Allah SWT memberi kekayaan sesuai keadilan-Nya

Berikut adalah tafsir surat Asy Syuraa ayat 27 tentang keadilan Allah SWT dalam memberikan rizki dan kekayaan. Semoga bermanfaat.

Allah SWT Ta’ala berfirman,
“Dan jikalau Allah SWT melapangkan rezki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah SWT menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.” (QS. Asy Syuraa: 27)

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan, “Seandainya Allah SWT memberi hamba tersebut rizki lebih dari yang mereka butuh, tentu mereka akan melampaui batas, berlaku kurang ajar satu dan lainnya, serta akan bertingkah sombong.”

Selanjutnya Ibnu Katsir menjelaskan, “Akan tetapi Allah SWT memberi rizki pada mereka sesuai dengan pilihan-Nya dan Allah SWT selalu melihat manakah yang maslahat untuk mereka. Allah SWT tentu yang lebih mengetahui manakah yang terbaik untuk mereka. Allah SWT-lah yang memberikan kekayaan bagi mereka yang Dia nilai pantas menerimanya. Dan Allah SWT-lah yang memberikan kefakiran bagi mereka yang Dia nilai pantas menerimanya.”*1

Dalam sebuah hadits disebutkan,
“Sesungguhnya di antara hamba-Ku, keimanan barulah menjadi baik jika Allah SWT memberikan kekayaan padanya. Seandainya Allah SWT membuat ia miskin, tentu ia akan kufur. Dan di antara hamba-Ku, keimanan barulah baik jika Allah SWT memberikan kemiskinan padanya. Seandainya Allah SWT membuat ia kaya, tentu ia akan kufur”.*2+ Hadits ini dinilai dho’if (lemah), namun maknanya adalah shahih karena memiliki dasar shahih dari surat Asy Syuraa ayat 27.

Ada yang Diberi Kekayaan, Namun Bukan Karena Kemuliaan Mereka
Boleh jadi Allah SWT memberikan kekayaan dalam rangka istidroj, yaitu agar semakin membuat seseorang terlena dalam maksiat dan kekufuran. Artinya disebabkan maksiat atau kesyirikan yang ia perbuat, Allah SWT beri ia kekayaan, akhirnya ia pun semakin larut dalam kekayaan tersebut dan membuat ia semakin kufur pada Allah SWT. Ia memang pantas diberi kekayaan, namun karena ia adalah orang yang durhaka. Kekayaan ini diberikan hanya untuk membuat ia semakin terlena dan bukan karena dirinya mulia.

Jadi pemberian kekayaan bukanlah menunjukkan kemuliaan seseorang, namun boleh jadi adalah sebagai istidroj (yaitu untuk semakin menjerumuskannya dalam maksiat). Sebagaimana dapat kita lihat dalam kisah musyrikin Mekkah dalam surat Al Qolam. Allah SWT subhanahu wa ta’ala mengisahkan,
“Sesungguhnya Kami telah mencobai mereka (musyrikin Mekah) sebagaimana Kami telah mencobai
pemilik-pemilik kebun, ketika mereka bersumpah bahwa mereka sungguh-sungguh akan memetik
(hasil)nya di pagi hari. dan mereka tidak menyisihkan (hak fakir miskin), lalu kebun itu diliputi
malapetaka (yang datang) dari Tuhanmu ketika mereka sedang tidur.” (QS. Al Qolam: 17-19), silakan
lihat sampai akhir kisah dalam surat tersebut.

Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di menjelaskan,
“Orang-orang yang berdusta ini diuji dengan kebaikan dan harta yang melimpah untuk mereka.
Mereka diberikan harta yang begitu banyak, juga diberikan keturunan, umur yang panjang, dan
semacamnya yang sesuai dengan kemauan mereka. Dan pemberian ini bukanlah diberikan karena
kemuliaan mereka di sisi Allah SWT. Akan tetapi ini adalah istidroj (untuk membuat mereka semakin
terlena dalam kekufuran) tanpa mereka sadari.”

Kesimpulan
Allah SWT memberi kekayaan sesuai dengan keadilan Allah SWT, Dan ia pun tahu kondisi terbaik
untuk seorang hamba. Namun perlu diketahui, seseorang diberi kekayaan ada dua kemungkinan:

Pertama: Itulah yang Allah SWT takdirkan karena itulah yang pantas untuknya. Jika diberi kefakiran,
malah ia akan kufur pada Allah SWT.

Kedua: Boleh jadi juga karena istidroj yaitu membuat seorang hamba semakin terlena dalam maksiat
dan kekufuran. Karena Allah SWT berfirman,
“Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), maka Allah SWT terus akan memalingkan hati
mereka.” (QS. Ash Shof: 5). Kita harusnya mewaspadai kemungkinan yang kedua ini. Jangan-jangan
kekayaan yang Allah SWT beri, malah dalam rangka membuat kita semakin larut dalam maksiat,
syirik dan kekufuran.

Sehingga jika sudah kita mengerti hal ini, maka kita mesti iri pada orang yang memiliki kekayaan
lebih dari kita. Itu memang pantas untuknya, mengapa kita mesti iri?! Begitu pula dari penjelasan ini
seharusnya semakin membuat kita bersyukur pada Allah SWT atas nikmat harta yang Allah SWT beri.
Mensyukurinya adalah dengan memanfaatkannya dalam kebaikan.

Semoga Allah SWT beri taufik. Sungguh terasa nikmat jika kita dapat terus mengkaji Al Qur’an
walaupun sesaat.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Komentar

Postingan Populer