Sudah Sesuai Islamkah Bisnis (Jual-Beli) Kita?


Islam diturunkan hanya semata untuk rahmat bagi semesta alam, dan Al-Qur‟an sebagai kitab yang lengkap untuk pedoman hidup seseorang dalam menjalani kehidupannya. Al-Qur‟an tidak hanya mengatur tentang hubungan antara makhluk dan kholiq, namun juga mengatur hubungan antara manusia. Semuanya harus dilakukan secara kaaffah tidak parsial.

Selama kita menerapkan Islam secara parsial, kita akan mengalami keterpurukan duniawi dan kerugian ukhrowi sebagaimana disinggung dalam QS. Al-Baqarah [2] ayat 85.“Apakah kalian beriman kepada sebagian Al Kitab (taurat) dan ingkar terhadap sebagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripada kalian, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kalian perbuat.”

Ayat ini dengan tegas mengingatkan, selama Islam hanya diwujudkan dalam bentuk ritual ibadah semata, diingat saat kelahiran bayi, ijab Kabul pernikahan, serta pemakaman jenazah, sementara dilupakan dari dunia perekonomian dan bisnis lainnya, maka umat Islam telah mengubur Islam dalam-dalam dengan tangannya sendiri.

Inilah realitas yang ada pada umat Islam. Mereka tidak paham dengan agamanya sendiri termasuk dalam hal jual beli dan riba. Sudahkah kita mengetahui rukun-rukun dan syarat-syaratnya? Apa dan bagaimana jual beli yang dibolehkan dan dilarang dalam Islam?

Definisi Jual Beli

Jual beli menurut bahasa berarti mengambil sesuatu dan memberikannya. Sedangkan menurut istilah syariah berarti tukar menukar harta dengan harta walaupun ia bisa dihitung dan ditimbang atau boleh dimanfaatkan selamanya tanpa ada riba dan pinjam-meminjam. Hukum jual beli adalah boleh (QS. Al-Baqarah [2] : 275).

Rukun-rukun Jual Beli
1. Orang yang berakad (jual beli)
2. Barang yang diakadkan
3. Shighat (ijab dan Kabul)

Disunnahkan adanya saksi dalam jual beli namun tidak diwajibkan
Hak Memilih (Khiyar) dalam Jual Beli
Hak memilih artinya setiap pembeli dan penjual memiliki hak untuk meneruskan atau membatalkan akad. Sedangkan macam-macam khiyar adalah: Khiyar Majelis, Khiyar Syarat, Khiyar Aib dan Khiyar Tadlis (manipulasi).

Syarat-Syarat Jual Beli
1. Saling ridho antara penjual dan pembeli
2. Orang yang berakad adalah orang yang dibolehkan untuk bertransaksi, yaitu: berakal, baligh(mumayyis), merdeka dan memiliki kemampuan(memilih)
3. Penjual adalah pemilik barang yang dijual atau orang yang menduduki posisi pemiliknya, seperti: wakil, wali…
4. Barang yang dijual-belikan adalah yang boleh dimanfaatkan dan bukan barang yang diharamkan
5. Barang yang diakadkan adalah yang bisa diserahkan pelaku akad
6. Barang yang diakadkan telah diketahui oleh mereka berdua dan dapat dilihat, disaksikan tatkala akad atau disifati dengan suatu penyifatan yang membedakannya dari yang lain
7. Harga barang yang diakadkan haruslah diketahui atau diketahui nilainya.

Jual Beli Yang Dilarang
1. Jual beli setelah adzan kedua pada hari jum‟at
2. Menjual barang-barang untuk membantu kemaksiatan atau perbuatan yang diharamkan Allah SWT
3. Seorang muslim yang menjual barang yang dijual saudaranya
4. Membeli barang telah dibeli
5. Jual beli „inah
6. Menjual barang yang dibeli sebelum digenggamnya
7. Menjual buah-buahan sebelum matang dan layak
8. Jual beli najasy

Akad Murabahah
Yaitu menjual barang dengan harga yang telah diketahui oleh kedua orang yang melakukan akad dan dengan keuntungan yang juga telah diketahui oleh keduanya. Akad mubahah dibolehkan.
Jual Beli Kredit
Hukumnya: boleh. Yang tidak dibolehkan dalam satu akad ada dua harga yang berbeda, misalnya: Harga cash(kontan)Rp.1 juta, harga kredit Rp.1,5 juta.

Pengertian Riba
Secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan), secara linguistik riba juga berarti tumbuh danmembesar. Menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Sedangkan secara syar‟i adalah tukar menukar barang ribawi dengan yang sejenisnya atau mengakhirkan penggenggaman (pemilikan) terhadap barang-barang ribawi yang seharusnya diserahkan tangan dengan tangan.
Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam. Mengenai hal ini Allah SWT mengingatkan dalam firman-Nya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan bathil.” (QS. An Nisaa [4] : 29)
Riba hukumnya haram berdasarkan firman Allah (QS. Al-Baqarah [2] : 275)

Dalam hadits riba juga dilarang, sebagaimana amanat terakhirnya pada tanggal 9 Dzulhijjah tahun 10 Hijriyah Rasulullah SAW masih menekankan: “Ingatlah bahwa kamu akan menghadap Tuhanmu, dan Dia pasti akan menghitung amalanmu. Allah telah melarang kamu mengambil riba, oleh karena itu hutang riba harus dihapuskan. Modal (uang pokok) kamu adalah hak kamu. Kamu tidak akan menderita ataupun mengalami ketidakadilan.”

Dan ijma‟ ulama, Ibnu Hajar al Haitsami berkata: “Bahwa riba itu terdiri dari tiga jenis, yaitu riba fadl, riba al yaad, dan riba an nasi‟ah. Al Mutawally menambahkan jenis keempat yaitu riba al qard. Beliau juga menyatakan bahwa semua jenis ini diharamkan secara ijma‟ berdasarkan nash AlQur‟an dan Hadits Nabi SAW.” (Az Zawajir Ala Iqtiraaf al Kabaair vol 2 hal 205).

Macam-Macam Riba
Secara garis besar riba dikelompokkan menjadi dua. Masing-masing adalah riba hutang-piutang dan riba jual-beli. Kelompok pertama terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba jahiliyyah. Sedangkan kelompok kedua, riba jual-beli, terbagi menjadi riba fadhl dan riba nasi‟ah.

1. Riba Qardh, suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang (muqtaridh)

2. Riba Jahiliyyah, hutang dibayar lebih dari pokoknya, karena si peminjam tidak mampu membayar hutangnya pada waktu yang ditetapkan

3. Riba Fadhl, pertukaran antarbarang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi

4. Riba Nasi‟ah, penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba dalam nasi‟ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dengan yang diserahkan kemudian.

Setelah mengetahui ini semua, mari kita evaluasi aktifitas bisnis/ekonomi kita termasuk jual-beli, sudahkah kita lakukan sesuai dengan ajaran Islam? Kalau belum, mari kita berhijrah menuju Allah dan Rasul-Nya dalam hal bisnis (jual-beli) dan ekonomi kita.

Takutlah kita kepada Allah yang telah mengancam orang-orang yang curang dalam berjual-beli:“Celakalah bagi orang-orang yang curang(dalam menakar dan menimbang)! (yaitu)orang-orang yang apabila menerima takaran dari
orang lain mereka minta dicukupkan, dan apabila mereka menakar atau menimbang(untuk orang lain), mereka mengurangi.” (QS. Al-Muthoffifiin [83] : 1-3).

Ustadz Sigit Pranowo Lc
Eramuslim

Komentar

Postingan Populer