AS Berusaha Halau Kebangkitan China

Sifat rakus dan tak terpuaskan dari raksasa Amerika Serikat mulai berjangkit kembali. Setelah membawa kehancuran, penderitaan dan kematian bagi orang-orang di Daerah Timur Tengah Raya/GMER (Irak), Daerah Selatan Asia Tengah/SCAR (Afghanistan, Pakistan), Afrika Utara (Tunisia, Libya, Mesir), Jazirah Arab (Yaman), Mediterania (Suriah) dan yang saat ini masih bersiaga penuh di Teluk Persia (Iran), kini "mata jahat" AS melirik pada kawasan Asia Pasifik.

Ambisi dan niat untuk mengontrol kebangkitan China akan menjadi proyek besar Amerika. Bahkan bisa menjadi hal yang tidak mungkin bisa dilakukan Amerika.

Leon Panetta telah menyatakan niat AS untuk menggeser poros (re-balance) ke kawasan Asia Pasifik dengan mengerahkan 60 persen dari total aset Angkatan Lautnya di sana pada tahun 2020. Sebuah pergesaran besar dari Timur Tengah - Selatan Asia Tengah lalu Asia Pasifik dengan mengancam geopolitik/konotasi strategis.
Sementara para analis mempertanyakan kemampuan Amerika untuk beberapa "teater" perangnya di waktu yang bersamaan. AS secara umum seyogyanya bisa melawan atau menang setidaknya dalam dua setengah konflik mayor regional secara bersamaan - yang berarti AS bisa melawan dan memenangi dua konflik utama dan satu konflik kecil di "teater" perang yang berbeda pada saat yang sama. Tapi, banyak analis sekarang menurunkan kemampuan itu menjadi satu setengah konflik mayor regional, karena berbagai macam alasan.

Apakah ini berarti bahwa AS tidak akan membuka "teater" perang lagi di tempat lain (selain Asia Pasifik) di tahun 2020 dan seterusnya?! Apakah memang karena pilihan atau keterbatasan?

AS melihat kekuatan ekonomi dan militer China muncul sebagai ancaman besar bagi aspirasi nasional dan global, dengan demikian AS "dipaksa" untuk mengatur dan mengelola kebangkitannya. AS tengah membuat langkah awal geo-politikal/strategi sebagai manuver ke posisi yang menguntungkan di Asia Pasifik. Jelas ini membutuhkan aliansi yang ada sebelumnya dan membuat aliansi baru. Sekutu-sekutu lama AS yang kita kenal selama ini antara lain Korea Selatan, Jepang, Taiwan, Australia dan Singapura. Sementara itu, AS juga mengharapkan persekutuan dari yang lain dari negara-negara ASEAN seperti Indonesia, Vietnam, Filipina, Thailand dan satu negara lain yaitu India yang kini "menakutkan".

Pentingnya India terletak tidak hanya untuk mengusik Beijing di Himalaya, tetapi juga bisa membiarkan AS dan sekutunya memanfaatkan keuntungan strategis fasilitas dan aset militer di kepulauan Nicobar dan Andaman. Selanjutnya, semenanjung India yang begitu menonjol ke Samudera Hindia memungkinkan pengawasan strategis yang sangat baik pada semua perdagangan Timur dan Barat.

Dua daerah di Asia Pasifik yang kemungkinan besar "terjangkiti" konflik (selain Taiwan) ini adalah Laut Cina Selatan dan Selat Malaka. Isu di Laut Cina Selatan mendapatkan momentum dengan negara-negara regional, termasuk klaim China atas Kepulauan Spratly. Selat Malaka (sebagai opposed selat Lombok, Makassar, Mindoro dan Sibutu) menawarkan jalur laut yang paling ekonomis. Semua perekonomian dan negara Asia Pasifik harus tetap membuka matanya sepanjang waktu untuk pentingnya selat Malaka ini. Siapa yang mau dan akan menguasainya? AS jawabannya!



Mungkinkah masalah sengketa di Laut Cina Selatan menjadi alasan dimulainya perang AS dan China karena untuk menghentikan pertumbuhan ekonomi dan militer yang cepat dari negara ini? Mungkinkah blokade selat Malaka menjadi senjata yang bisa memaksa China untuk tunduk pada kehendak atau hegemoni AS?

Langkah-langkah strategis AS ini mengindikasikan rencana untuk "mematikan" pergerakan China. Mulai dari Afghanistan di Barat ke Aruchanal Pradesh di perbatasan Sino-India di Himalaya dan Samudra Pasifik, dimana disini hadir AS dan sekutunya dengan militer tangguh mereka.

China harus bereaksi untuk melawan strategi AS ini. Secara geopolitik, kerjasama Beijing dengan negara lain harus diperluas antara lain dengan Pakistan, Iran, Afghanistan dan India. Bila tercapai, langkah ini dapat mencegah India bergabung dalam koalisi AS. Untuk selat Malaka, China harus lebih proaktif bekerjasama dengan negara-negara ASEAN.

Secara ekonomi, Pakistan sangat diperlukan China. Bersama-sama, mereka bisa mengembangkan perdagangan koridor Utara-Selatan yang menghubungkan Provinsi Xinjiang di barat China ke pelabuhan Pakistan di laut Arab. Kehadiran China di Gwadar akan menjadikannya dekat dengan Iran dan selat Hormuz. Perpanjangan pipa gas dari Iran-Pakistan lanjut ke China akan menjadikannya alternatif kerjasama yang baik walaupun sebagian masih harus melewati selat Malaka.

Dengan berada di Gwadar/selat Hormuz (selat strategis bagi AS dan sekutunya), China bisa memproyeksikan kekuasaan dan pengaruh yang lebih besar atas Amerika serikat dan sekutunya.

Mungkin hal ini akan menjadi sebuah permainan catur besar dunia, AS waspada!

Artikel "USA - managing China’s rise" karya Imran Malik.
Penulis adalah seorang Purnawirawan dan mantan Atase Pertahanan untuk Australia dan Selandia Baru dan Sekretaris Jenderal Forum Keamanan dan Pembangunan Pakistan.

Komentar

Postingan Populer