Sang Pembunuh 100 Jiwa

Malaikat rahmat dan malaikat azab berebut ruh sang pembunuh yang meninggal dalam perjalanan hijrahnya menuju negeri orang saleh.
Sang Pembunuh 100 Jiwa (5-habis)
examiner.com
 
Berabad-abad sebelum Masehi, di Israel hidup seorang pria yang tegap perkasa perawakannya, wajahnya kasar nan seram, dan senjata tak pernah lepas dari genggamannya ke mana pun ia pergi.
Bukan satu dua nyawa yang pernah ia habisi, melainkan 99 nyawa. Jangankan melawan, siapa pun yang berani menyinggungnya maka dalam sedetik ditebaslah leher mereka.
Pria itu tak memiliki gangguan jiwa sebab ia sadar betul atas perbuatannya. Bagai psikopat, ia sangat gemar membunuh.

Pria tersebut hidup di sebuah negeri yang warganya jauh dari agama. Tentu saja kejahatan bertebaran di mana-mana. Ia terbiasa hidup di tengah kondisi masyarakat yang semrawut dan kacau balau. Membunuh adalah hal biasa dan ia tak pernah sedikit pun mendapatkan hukuman.

Sejak kecil, tak pernah sekalipun ia beribadah, bahkan sekadar menyebut nama Tuhan. Semua yang ia lakukan hanya keburukan dan tak pernah melakukan kebajikan meski seujung kuku jari.

Hingga suatu hari, ia merasa lelah menjadi penjahat dan menyesal telah menghabiskan usianya dengan membunuh puluhan jiwa tak berdosa. Bahkan, ia pun menyadari bahwa perbuatannya selama ini merupakan dosa yang amat besar. Mengejutkan, pria pembunuh sadis itu ingin bertobat.

Namun, nyawa harus dibalas dengan nyawa. Bagaimana mungkin ia dapat mengganti 99 nyawa yang dihabisinya? Apakah ada jalan baginya bertobat? Sang pembunuh pun meratapi dosanya.

Ia ingin memohon ampun kepada Allah, kembali kepada agama yang dibawa Musa. Tapi, pantaskah tobatnya diterima? Ia pun frustasi karena tak tahu bagaimana cara bertobat. Pesimistis, mungkinkah ia akan diampuni.Akhirnya, sang pembunuh itu pun mencari seorang ahli agama yang dapat menuntunnya menuju pintu tobat.

Ia pergi ke kota dan berseru, “Siapakah gerangan orang yang paling alim di muka bumi? Adakah di antara kalian orang yang paling salih di muka bumi?”

Suaranya keras menggelegar menarik perhatian warga. Tak tanggung-tanggung, ia mencari ahli agama nomor satu di seluruh negeri Israel.

Warga pun menunjukkannya kepada seorang seorang rahib Yahudi yang dikenal sebagai orang yang paling taat beribadah. Ia tak pernah melewatkan ibadah, bahkan yang sunah sekalipun. Karena yakin, pria pembunuh itu pun menghampiri rumah sang rahib.

Wajah sang rahib menyiratkan betapa rajinnya ia beribadah. Sang pembunuh pun dengan jujur mengakui perbuatannya di hadapan ahli ibadah tersebut bahwa ia telah merenggut 99 nyawa.

“Apakah ada tobat bagi orang yang telah membunuh 99 jiwa?” tanya pria pembunuh itu.

Mendengar pengakuan si pembunuh, sang rahib justru sangat kaget dan murka. Ia pun segera menjawab tegas, “Tidak! Bagaimana mungkin ada tobat bagi pembunuh 99 nyawa?”

Jawaban rahib membuat sang pembunuh sakit hati. Ia pun kemudian menghabisi rahib tersebut sehingga menggenapi rekornya menjadi pembunuh 100 jiwa. Alih-alih memberi petunjuk cara bertobat, sang rahib justru membuat pria pembunuh mengulangi perbuatannya.

Diketahui kemudian bahwa sang rahib hanyalah rajin beribadah, namun tak mampu menghayati ilmu agama yang ia anut.

Keesokan harinya, pria pembunuh itu kembali ke tengah kota dan melakukan hal sama. Ia meminta warga menunjukkan kembali orang yang paling salih di penjuru dunia. “Siapa gerangan orang yang paling alim di muka bumi?” seru pria itu.

Seorang warga kemudian menunjukkan rumah seorang pria ahli ilmu agama. Berbeda dengan rahib sebelumnya, ulama kedua ini dikenal sangat mengilmui agamanya. Tak hanya rajin beribadah, tapi juga mengetahui semua hukum agama.Sang pembunuh pun berangkat menuju rumah rahib ahli ilmu.

Ketika bertemu rahib, sang pembunuh pun mengakui dengan jujur perbuatannya. “Saya telah membunuh 100 jiwa,” kata si pembunuh.

Sang ulama Yahudi itu juga terkejut bukan main. Namun, mengetahui niat baik sang pembunuh untuk bertobat, dia tak serta-merta memvonisnya.

“Jika ada orang telah membunuh 100 jiwa, apakah masih ada pintu tobat untuknya?” tanya pria pembunuh penuh harap.

Dengan bijak, rahib itu tersenyum sambil menepuk pundak sang pembunuh, seraya berkata, “Tentu saja, siapakah yang mampu menghalangimu dari tobat?”

Senyum sang pembunuh yang berwajah kasar itu pun mengembang. Hampir-hampir ia menitikkan air mata karena terharu mendapat kesempatan bertobat, namun sekaligus merasa sangat berdosa telah membunuh seratus jiwa.

Si pembunuh merasa mendapat angin segar dan tak sabar segera melakukan tobatnya. Ahli ilmu itu pun menuntunnya, memberikan arahan baginya menuju pintu tobat.

Sang ahli ilmu menasihati si pembunuh agar meninggalkan negerinya yang dinilai banyak memberi pengaruh buruk. Ia diminta melakukan hijrah dan hidup di negeri yang banyak ditinggali orang-orang salih, beribadah, serta menjalankan kebajikan bersama mereka sepanjang sisa hidupnya.

“Pergilah ke daerah di seberang, di sana terdapat orang-orang yang senantiasa beribadah kepada Allah. Sembahlah Allah bersama mereka dan janganlah kembali ke negerimu yang dulu karena negeri tersebut adalah negeri yang buruk,” nasihat sang ahli ilmu.

Pembunuh itu pun segera menjalankan nasihat sang alim. Ia bergegas melakukan hijrah menuju negeri baru. Perjalanan panjang harus ditempuh pria itu. Namun, tak masalah bagi hamba yang telah bertekad untuk tobatan nasuha.

Tetapi, rupanya takdir Allah menulis lain, sang pembunuh itu meninggal di tengah perjalanan hijrahnya. Mungkin, hijrah itu satu-satunya kebaikan yang pernah dia lakukan setelah bertobat.Kematian pembunuh itu rupanya menimbulkan polemik di langit.

Setelah malaikat Izrail mencabut nyawa sang pembunuh, giliran malaikat pembawa ruh dilanda perselisihan.

Malaikat rahmat dan malaikat azab, mereka masing-masing merasa berkewajiban membawa ruh itu ke alam baka. “Dia telah bertobat, meninggal dalam keadaan tobat dan menyerahkan sepenuh jiwa hatinya kepada Allah,” kata malaikat rahmat berargumentasi.

Namun, malaikat azab punya pendapat lain. “Dia bertobat, tapi belum sedikit pun melakukan amalan kebajikan,” ujarnya. Cukup lama dua malaikat beradu pendapat hingga Allah mengutus satu malaikat untuk menengahi mereka.

“Ukurlah jarak orang ini dengan dua negeri, negeri buruk asalnya dan negeri baik tujuannya. Mana jarak terdekat dengan negeri itu. Maka, tentukan apakah ia termasuk yang dirahmati atau diazab,” tutur malaikat penengah tersebut.

Malaikat rahmat dan malaikat azab pun menjalankan usulan malaikat penengah tersebut. Mereka mengukur jarak dua negeri dengan lokasi kematian sang pembunuh.

Diceritakan bahwa pria pembunuh itu meninggal tepat di tengah-tengah jarak antara kedua negeri, namun jasadnya dalam posisi membusungkan dadanya ke arah negeri tujuan. Namun, kedua malaikat menganggap, pria itu lebih mendekati negeri baik.

Alhasil, malaikat rahmatlah yang membawa ruhnya menuju surga. Seratus jiwa bukan angka kecil, tetapi tobat sang pembunuh diterima. Meski, margin tobat yang minim sekalipun.

Entah siapa nama pria pembunuh itu, entah negeri mana yang ia tinggalkan dan tujukan, tak pernah dikabarkan secara rinci. Namun, kisah ini pernah dikabarkan oleh Rasulullah melalui hadisnya.

Dari Abu Sa’id Al-Khudri, Sa’id Sa’ad bin Malik bin Sinaan, hadis kisah pembunuh seratus jiwa tersebut diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dalam kitab sahih mereka. Hadis tersebut juga terdapat dalam kitab “Riyadhush Shalihin” karya Imam An-Nawawi dalam bab “At-Taubah”, hadis nomor 20. Kekuatan Tobat
Dari kisah tersebut, banyak hikmah yang dapat dipetik. Satu hal yang tampak jelas, betapa Allah Mahapengampun.

Membunuh adalah dosa yang teramat sangat besar dan sangat dimurkai Allah. Jangankan seratus, membunuh satu jiwa saja menyebabkan pelakunya terjatuh dalam dosa yang sangat besar dan mendapatkan hukuman qisash, nyawa dibayar nyawa.

Namun, Allah mengampuni dosa setiap hamba yang telah melakukan tobat dengan sungguh-sungguh sekaligus menyesali perbuatannya dan kembali ke jalan yang benar.

Dalam Alquran, tak sedikit disebutkan betapa Allah menerima tobat hamba-Nya dan mengampuni kesalahan mereka.

Allah Al-Ghofur berfirman dalam Surah az-Zumar ayat 53, “Katakanlah, ‘Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Mahapengampun lagi Mahapenyayang.”

Dalam surah lain juga dinyatakan perintah tobat dan surga yang disediakan bagi para pentobat, seperti dikutip dari surah at-Tahrim ayat 8. “Hai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan tobatan nasuha (tobat yang semurni-murninya).”

“Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam Jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang Mukmin yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan, ‘Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu…”

Dalam sebuah hadis qudsi yang diriwayatkan Muslim, diceritakan, Rasulullah bersabda bahwa Allah berfirman, “Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya kalian banyak berbuat kesalahan (dosa) malam dan siang dan Aku akan mengampuni dosa-dosa semuanya, maka mintalah ampun kepada-Ku, niscaya akan Aku ampuni kalian.”

Dalam hadis lain riwayat Ahmad, Tirmidzi, dan Ibnu Majah, Rasulullah bersabda, “Semua anak Adam banyak melakukan kesalahan dan sebaik-baik orang yang banyak melakukan kesalahan adalah yang banyak bertobat.”

Dari dalil tersebut menunjukkan, betapa Allah Mahapengampun, betapa rahmat Allah sangat luas. Oleh karenanya, janganlah berputus asa dari rahmat dan ampunan-Nya. Jikalau pembunuh seratus jiwa saja diampuni maka perbuatan maksiat apa yang tidak akan diampuni-Nya apabila kita benar-benar bertobat?

Kesalahan apa pun yang telah dilakukan, pastinya ada kesempatan bagi kita untuk memperbaikinya dengan tobat nasuha.

Dalam tafsir Ibnu Katsir dan kitab Riyadush Shalihin disebutkan bahwa makna tobat nasuha, yakni tobat dengan sungguh-sungguh, tobat dengan meninggalkan perbuatan dosa atau maksiat yang telah dilakukan, menyesali perbuatan, serta bertekad dalam hati untuk tidak lagi mengulangi perbuatan tersebut. Jikalau aspek tersebut tak terpenuhi maka tobat tersebut hanyalah main-main.

Sumber : republika

Komentar

Postingan Populer