Keteladanan Sang Pemimpin
Wajah Umar bin Khattab terlihat murung. Ekspresinya menggambarkan seseorang yang terkena musibah dan menanggung beban amat berat.
Hari itu adalah hari pengangkatannya sebagai khalifah, menggantikan Abu Bakar ash-Shiddiq yang telah wafat. Tidak terlihat wajah kegembiraan terkait terpilihnya dia sebagai khalifah. Itu terlihat dari pidatonya.
"Hai umat Muhammad! Saya telah diangkat sebagai pemimpin kalian. Seandainya tidaklah didorong oleh harapan bahwa saya menjadi orang yang terbaik di antara kalian, orang yang terkuat bagi kalian, dan orang yang paling teguh mengurusi urusan-urusan kalian, tidaklah saya menerima jabatan ini. Sungguh berat bagi Umar, menunggu datangnya saat perhitungan."
Tidak ada yang lebih membebani pikiran Umar selain bagaimana melaksanakan amanah kepemimpinan ini dan mempertanggungjawabkannya di hadapan Allah kelak. Suatu pemandangan yang tidak biasa kita lihat bahwa ada seseorang yang terpilih menjadi penguasa, namun merasa ketakutan dan bersedih.
Kondisi sebaliknya justru yang sering kita lihat. Seseorang yang terpilih sebagai penguasa terlihat sangat senang dan merasa bersyukur atas keterpilihannya.
Sesungguhnya amanah kepemimpinan adalah sesuatu yang sangat berat. "Sesungguhnya seorang penguasa adalah pengurus (urusan rakyatnya) dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya." (HR Muslim dan Ahmad).
Tanggung jawab seorang pimpinan terhadap rakyatnya adalah menjamin semua urusan individu rakyatnya terpelihara dengan baik. Umar bin Khattab sangat khawatir jika sampai ada keledai yang terjatuh di jalanan akibat jalan yang berlubang. Karena itu, ia segera memperbaikinya.
Keadilan dan kesederhanaan adalah hal yang melekat pada sosok kepemimpinan Umar. Di saat penguasa lain tinggal di istana dengan singgasana dan kehidupan yang mewah, Umar hidup di rumah sederhana di antara gang-gang kecil dengan pakaian sederhana.
Umar sangat hati-hati dalam membelanjakan harta negara. Dia mematikan lampu minyak di ruangan kantornya, ketika anaknya mengunjunginya di malam hari untuk membicarakan masalah keluarga. Umar sungguh khawatir dia menghabiskan minyak lampu yang berasal dari uang rakyat ketika sedang membicarakan masalah pribadi bersama anaknya.
Sikap penguasa yang amanah terlahir dari keimanan yang kuat. Sebagai salah satu sahabat yang telah dijamin Rasulullah SAW masuk surga, kekuatan iman Umar tidak diragukan. Setiap malam sebelum tidur, dia selalu menghisab dirinya atas apa yang sudah dilakukannya sepanjang hari. Umar berkata, "Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab, dan berhiaslah (bersiaplah) kalian untuk akhirat (yaumul hisab)."
Umar telah mengajarkan kepada kita semua, kepada para pemimpin dan calon penguasa, untuk senantiasa berpegang teguh pada aturan yang telah digariskan dalam menjalankan roda kepemimpinan. Dengan cara seperti itu, diharapkan Sang Pemilik Alam Semesta juga akan senantiasa melindungi dan menolong para pemimpin dalam menjalankan amanah yang diberikan. Wallahu a’lam.
Oleh: Ummu Faqih
Hari itu adalah hari pengangkatannya sebagai khalifah, menggantikan Abu Bakar ash-Shiddiq yang telah wafat. Tidak terlihat wajah kegembiraan terkait terpilihnya dia sebagai khalifah. Itu terlihat dari pidatonya.
"Hai umat Muhammad! Saya telah diangkat sebagai pemimpin kalian. Seandainya tidaklah didorong oleh harapan bahwa saya menjadi orang yang terbaik di antara kalian, orang yang terkuat bagi kalian, dan orang yang paling teguh mengurusi urusan-urusan kalian, tidaklah saya menerima jabatan ini. Sungguh berat bagi Umar, menunggu datangnya saat perhitungan."
Tidak ada yang lebih membebani pikiran Umar selain bagaimana melaksanakan amanah kepemimpinan ini dan mempertanggungjawabkannya di hadapan Allah kelak. Suatu pemandangan yang tidak biasa kita lihat bahwa ada seseorang yang terpilih menjadi penguasa, namun merasa ketakutan dan bersedih.
Kondisi sebaliknya justru yang sering kita lihat. Seseorang yang terpilih sebagai penguasa terlihat sangat senang dan merasa bersyukur atas keterpilihannya.
Sesungguhnya amanah kepemimpinan adalah sesuatu yang sangat berat. "Sesungguhnya seorang penguasa adalah pengurus (urusan rakyatnya) dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya." (HR Muslim dan Ahmad).
Tanggung jawab seorang pimpinan terhadap rakyatnya adalah menjamin semua urusan individu rakyatnya terpelihara dengan baik. Umar bin Khattab sangat khawatir jika sampai ada keledai yang terjatuh di jalanan akibat jalan yang berlubang. Karena itu, ia segera memperbaikinya.
Keadilan dan kesederhanaan adalah hal yang melekat pada sosok kepemimpinan Umar. Di saat penguasa lain tinggal di istana dengan singgasana dan kehidupan yang mewah, Umar hidup di rumah sederhana di antara gang-gang kecil dengan pakaian sederhana.
Umar sangat hati-hati dalam membelanjakan harta negara. Dia mematikan lampu minyak di ruangan kantornya, ketika anaknya mengunjunginya di malam hari untuk membicarakan masalah keluarga. Umar sungguh khawatir dia menghabiskan minyak lampu yang berasal dari uang rakyat ketika sedang membicarakan masalah pribadi bersama anaknya.
Sikap penguasa yang amanah terlahir dari keimanan yang kuat. Sebagai salah satu sahabat yang telah dijamin Rasulullah SAW masuk surga, kekuatan iman Umar tidak diragukan. Setiap malam sebelum tidur, dia selalu menghisab dirinya atas apa yang sudah dilakukannya sepanjang hari. Umar berkata, "Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab, dan berhiaslah (bersiaplah) kalian untuk akhirat (yaumul hisab)."
Umar telah mengajarkan kepada kita semua, kepada para pemimpin dan calon penguasa, untuk senantiasa berpegang teguh pada aturan yang telah digariskan dalam menjalankan roda kepemimpinan. Dengan cara seperti itu, diharapkan Sang Pemilik Alam Semesta juga akan senantiasa melindungi dan menolong para pemimpin dalam menjalankan amanah yang diberikan. Wallahu a’lam.
Oleh: Ummu Faqih
Komentar
Posting Komentar