Mengapa Sholat Harus Menghadap Batu?

Assalamu’alaikum wr.wb
Pertanyaan ini sudah lama sekali mengendap dan jarang saya tanyakan, saya ingin bertanya tentang Mengapa kita sholat harus menghadap Ka’bah yang notabene nya adalah sebuah bangunan yang terbuat dari batu. Apakah hal ini ada hubungannya dengan agama terdahulu, sebab sebagaimana Kaum Kristen dulu juga memiliki sebuah Misbah dari batu untuk memuja Tuhan.
demikian pertanyaan saya ustadz. Afwan jika saya salah dalam bertanya.
Waalaikumussalam Wr Wb

Kab’ah Kiblat Nabi Muhammad dan Ibrahim as

قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاء فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنتُمْ فَوَلُّواْ وُجُوِهَكُمْ شَطْرَهُ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوْتُواْ الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِن رَّبِّهِمْ وَمَا اللّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ

Artinya : “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit. Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. dan Sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al Baqoroh : 144)

Ath Thabari menyebutkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud ath Thayalisi didalam musnadnya (566) dengan lafazh,”Bahwa ketika Nabi saw tiba di Madinah maka dia melaksanakan shalat menghadap Baitul Maqdis selama tujuh belas bulan kemudian turun ayat Allah swt,” “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit.” Dia berkata,’maka Allah swt memalingkan wajahnya kearah ka’bah.”

Didalam hadits lain, telah bercerita kepada kami al Mutsanna berkata,”Telah bercerita kepada kami Abdullah bin Shalah.”Telah bercerita kepada kami Muawiyah bin Shalah dari Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu Abbas berkata,’Ketika Rasulullah saw hijrah ke Madinah yang pada saat itu di sana banyak orang-orang Yahudi. Allah memerintahkannya agar menghadap kearah Baitul Maqdis maka orang-orang Yahudi pun bergembira. Dan Rasulullah saw menghadap kearahnya selama 17 bulan.

Namun Rasulullah saw menyukai kiblat Nabi Ibrahim maka beliau pun berdoa dan menghadap ke langit hingga Allah menurunkan ayat,” Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit….” (QS. Al Baqoroh ; 144).

Orang-orang Yahudi pun menjadi ragu dan mengatakan,”Apakah yang memalingkan mereka (umat islam) dari kiblatnya (Baitul maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?” (QS. Al Baqoroh : 142) maka Allah pun menurunkan ayat,”Katakanlah : “Kepunyaan Allah-lah timur dan barat.” (QS. Al Baqoroh : 142) –(Tafsir ath Thobari juz III hal 138)

Yang dimaksud dengan menghadap Masjidl Haram adalah ka’bah, dan tidak ada pertentagan diantara kaum muslimin dalam hal ini, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Abbas.

Al Qurthubi menyebutkan,”Tidak ada perbedaan dikalangan para ulama bahwa ka’bah adalah kiblat seluruh penjuru. Mereka telah bersepakat bahwa siapa yang melihatnya maka wajib baginya menghadap ke arahnya. Dan jika dia meninggalkan dari menghadap ke arahnya sementara dia menyaksikan ka’bah padahal ia mengetahui arahnya maka tidak ada shalat baginya. Dan wajib baginya untuk mengulangi shalatnya, sebagaimana disebutkan oleh Abu Umar.”

Dengan demikian perintah Allah swt kepada Rasulullah saw dan kaum muslimin untuk menghadapkan setiap shalatnya ke arah ka’bah adalah mengikuti apa yang pernah dilakukan oleh Ibrahim as, bapak para Nabi didalam beribadahnya kepada Allah swt. Karena ka’bah yang menjadi tempat ibadahnya kepada Allah swt adalah rumah pertama yang mula-mula dibangun di bumi bahkah di alam menurut sebagian kaum muslimin. Firman Allah swt :

إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِّلْعَالَمِينَ

Artinya : “Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.” (QS. Al Imron : 96)

Hal itu dalam rangka mengikuti agama Ibrahim as yang juga menjadi agama Rasulullah saw dan kaum muslimin, sebagaimana disebutkan didalam firman-Nya:

فَاتَّبِعُواْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

Artinya : “. Maka ikutilah agama Ibrahim yang lurus, dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang musyrik.” (QS. Al Imron : 95)

Syeikh Athiyah Saqar mengatakan bahwa sesungguhnya Baitul Maqdis yang dijadikan olah Bani Israil sebagai kiblat mereka tidaklah berdasarkan wahyu dari Allah swt akan tetapi dikarenakan pilihan dari sebagian mereka, sebagaimana diutarakan oleh para peneliti. Hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad bin Hambal dari Aisyah ra bahwa Nabi saw bersabda,”Sesungguhnya orang-orang Yahudi tidaklah dengki terhadap kita dalam satu hal sebagaimana mereka dengki terhadap kita dalam hari jum’at yang dihari itu Allah memberikan petunjuk kepada kita dan pada hari itu mereka mengalami kesesatan, juga dalam hal kiblat yang kita menghadapnya karena petunjuk Allah dan mereka disesatkan darinya (ka’bah, pen) dan juga terhadap ucapan kita dibelakang imam.” menjadi bukti bahwa Baitul Maqdis yang menjadi arah mereka bukanlah perintah dari Allah swt. Dan sesungguhnya kiblat sebenarnya adalah rumah pertama yang dibangun manusia di Mekah.

Abu Daud meriwayatkan didalam “An Nasikh wa al Mansukh” dari Khalid bin Yazid bin Muawiyah berkata,”Orang-orang Yahudi tidak mendapati kiblat disebutkan didalam taurat akan tetapi (disebutkan) tabut yang membawa ketenangan yang berada di atas batu (Baitul Maqdis, pen). Dan tatkala Allah murka kepada Bani Israil maka Dia swt mengangkat tabut itu. Dan shalat mereka ke arah batu itu adalah hasil musyawarah sebagian mereka.” (Fatawa Al Azhar juz IX hal 27)

Jadi jelaslah bahwa menghadapnya kaum muslimin didalam shalat-shalatnya ke arah ka’bah bukanlah sesuatu yang baru dilakukan oleh Rasulullah saw akan tetapi mengikuti apa yang pernah dilakukan oleh Bapak para nabi, Ibrahim as serta orang-orang Bani Israil pada awalnya didalam beribadah kepada Allah swt.

Kaum Muslimin Tidaklah Menyembah Batu
Syeikh Yusuf al Qaradhawi mengatakan bahwa hajar aswad adalah tempat memulai thawaf..dan barangsiapa yang memulai thawafnya dari hajar aswad maka ia mengakhirinya di tempat itu pula. Kemudian haji pada hakekatnya adalah ibadah yang penuh dengan bahasa simbolik. 

Apakah yang dimaksud dengan bahasa simbolik? 
Yaitu seperti anda lihat bahwa berbagai negara yang memiliki bendera.. apa itu bendera? Ia hanyalah secarik kain yang diatasnya terdapat garis-garis berwarna merah, hijau, kuning, bintang atau sesuatu yang lain akan tetapi bendera itulah yang mengekspresikannya sebagai lambang bagi suatu negara. Andai saja seseorang menginjak-injaknya, menghinakannya atau melakukan hal-hal yang seperti itu maka orang itu dianggap telah menghina negara. Sebagai contoh : kita menyaksikan sebagian orang-orang Palestina ketika ingin membangkitkan kemarahan orang-orang Israil maka mereka membakar bendera Israel. Ini adalah bahasa simbolik.

Seorang penyair Arab mengatakan :

Suatu perkara pada rumah Laila
Aku pun menghadap kepada yang memiliki tembok
Bukanlah berarti aku menyukai rumah itu dengan kerinduan hati
Akan tetapi menyukai orang yang tinggal di rumah itu.

Mencium hajar aswad bukan berarti bahwa hajar aswad memiliki kesucian khsusus atau karena ia menyembah selain Allah swt. Untuk itu terdapat riwayat bahwa ucapan disaat mencium hajar aswad adalah “Wahai Allah aku beriman kepada-Mu, membenarkan-Mu, memenuhi janji-Mu.” Beriman kepada-Mu bukan kepada batu, membenarkan-Mu dengan tauhid bukan dengan berhala, memenuhi janji-Mu, dan janji-Nya adalah tauhid, firman-Nya : “Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu” (QS. Yasin : 60)

Umar bin Khottob ketika berdiri dihadapan hajar aswad berkata,”Sesungguhnya aku menciummu dan aku tahu bahwa engkau hanya batu tidak bisa memberi mudharat dan tidak juga manfaat. Kalau saja aku tidak melihat Rasulullah saw menciummu maka pasti aku tidak akan menciummu.” Artinya bahwa Umar melakukan hal tiu adalah karena berkomitmen dengan perbuatan dan perkataan Nabi saw,”Ambillah dariku didalam manasik-manasik kalian.” Artinya,”aku menciummu karena mengikuti sunnah Rasulullah saw bukan berkeyakinan bahwa engkau bisa membawa mudharat atau manfaat.”

Inilah akidah setiap muslim. Untuk itu dianjurkan apabila mencium hajar aswad, menyentuhnya atau memberikan isyarat kepadanya dari jauh, sebagaimana dilakukan oleh banyak orang yang berhaji hari ini hendaklah mengatakan,”Bismillah Wallahu Akbar”. Tentu saja bismillahi wahdah (dengan nama Allah saja) bukan dengan nama batu. Wallahu Akbar (dan Allah Maha Besar dari segalanya) karena Dia adalah Sang Pencipta sedangkan selain-Nya adalah yang diciptakan (makhluk). Maka apakah hal ini dikatakan bahwa orang itu telah menyembah batu?

Sesungguhnya seorang muslim tidaklah menyembah kecuali Allah swt dan tidaklah mereka meminta pertolongan kecuali kepada Allah. Mereka mengekspresikan hal itu didalam setiap rakaat di shalat-shalatnya setiap hari tatkala membaca al Fatihah,”Iyyaka Na’budu wa Iyyaka Nasta’in” artinya : “Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan. (www.qaradawi.net)

Wallahu A’lam

Ustadz Sigit Pranowo,Lc
Eramuslim

Komentar

Postingan Populer