Forex Trading, Siapa Jadi Pengawas?
Rahmatullah (40), warga Bekasi, Jawa Barat, belum genap dua bulan ini ikut kursus transaksi perdagangan nilai tukar valuta asing di pasar uang internasional yang disebut foreign exchange trading (forex trading).
Kursus diikutinya selama dua hari dengan biaya Rp 3 juta di Sekolah Forex di kawasan Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Dengan mengikuti kursus itu, Rahmat—begitu ia dipanggil—berharap suatu saat bisa menambah penghasilan keluarganya dengan menjadi seorang pedagang (trader) di dunia maya.
”Meski masih coba-coba, saya sudah mengumpulkan 6 dollar AS. Sebelumnya, saya cuma investasi 30 dollar AS. Sekarang, sudah naik 36 dollar AS,” ujar ayah tiga anak tamatan jurusan kelistrikan sekolah teknik menengah di Bekasi itu, Rabu (13/6/2012). Dengan modal 30 dollar AS, Rahmat memperdagangkan mata uang euro, dollar AS, dan yen Jepang.
Setelah menganggap berhasil, Rahmat ingin mencoba yang lebih besar lagi. Teknisi peralatan elektronik itu pun kini siap-siap trading dengan nilai investasi 900 dollar AS.
Meski sama-sama menimba ilmu di sekolah sejenis, Bambang Hermanto (41), warga Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Pringsewu, Lampung, berbeda dengan Rahmat. ”Meski sudah belajar forex, saya tidak berani trading. Saya titipkan dananya ke teman SMA saya yang main forex trading,” kata ayah tiga anak ini. Dana yang dititipkan ke temannya sekitar 400 dollar AS.
Alasan Bambang, ia masih dalam taraf belajar. ”Saya takut uang saya hilang,” katanya.
Teman-temannya punya pengalaman buruk ikut investasi valas saat calon presiden AS Barack Obama memenangi pemilu. ”Semua mengira investasi akan untung. Kenyataannya malah rugi. Tidak cukup melihat kondisi politik semata, tetapi juga harus punya kemampuan trading,” ujar Bambang, tamatan diploma jurusan pertanian.
Bambang tentu tak mau seperti Lily Elizabeth, seorang investor. Lily pernah merugi miliaran rupiah dari beberapa investasi yang diikutinya.
Tuntutan global
Menurut Presiden Direktur Sekolah Forex Yul Eko Rubiyanto (33), sekolahnya sebenarnya untuk mengajari siapa pun yang ingin belajar menjadi trader.
Lembaga yang mengajarkan forex trading memang bukan hanya Sekolah Forex. Di dunia maya, banyak lembaga yang menyelenggarakan kursus forex trading, termasuk sejumlah perusahaan pialang.
Menurut Yul, dengan forex trading, seseorang bisa mengembangkan uangnya dengan mudah dan dengan hasil yang cukup besar. ”Kita tak perlu kena macet, cukup di rumah, bermodalkan komputer dan internet,” ujar Yul yang juga trader dengan penghasilan tambahan 300 dollar AS-500 dollar AS per bulan.
Selebihnya, menurut Yul, trader cukup memperhatikan gerakan pasar uang melalui sebuah grafik di sebuah platform trading antara lain metatrader 4. ”Transaksi forex dilakukan siapa pun, mulai dari pemerintah sampai individu pada saat yang sama sehingga perputaran uang sangat cepat,” paparnya.
Forex trading muncul sebagai tuntutan globalisasi dan perkembangan teknologi yang menghilangkan batas-batas antarnegara. Melalui telekomunikasi canggih, setiap orang dapat mengikuti perkembangan nilai tukar valas dan menjadi peserta pasar uang internasional selama 24 jam.
Ekonom Bank Danamon, Anton Gunawan, agak terkejut saat ditanya mengenai maraknya sekolah forex trading yang tak terkontrol oleh Bank Indonesia ataupun Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan.
Alasannya, selain soal perizinan yang harus dikantongi, dikhawatirkan para trader yang dididik tidak paham dengan kondisi keuangan global yang saat ini tengah bergejolak. ”Boleh jadi, sekolah seperti itu memang bermunculan. Namun, siapa yang harus mengeluarkan izin untuk lembaga-lembaga seperti itu? Siapa pula yang mengawasi transaksi? Jangan sampai masyarakat dirugikan. Bukannya untung malah buntung,” ujar Anton.
Ia berharap Otoritas Jasa Keuangan yang segera terbentuk nantinya bisa ikut mengawasi maraknya sekolah-sekolah yang mengajarkan forex trading.
Kursus diikutinya selama dua hari dengan biaya Rp 3 juta di Sekolah Forex di kawasan Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Dengan mengikuti kursus itu, Rahmat—begitu ia dipanggil—berharap suatu saat bisa menambah penghasilan keluarganya dengan menjadi seorang pedagang (trader) di dunia maya.
”Meski masih coba-coba, saya sudah mengumpulkan 6 dollar AS. Sebelumnya, saya cuma investasi 30 dollar AS. Sekarang, sudah naik 36 dollar AS,” ujar ayah tiga anak tamatan jurusan kelistrikan sekolah teknik menengah di Bekasi itu, Rabu (13/6/2012). Dengan modal 30 dollar AS, Rahmat memperdagangkan mata uang euro, dollar AS, dan yen Jepang.
Setelah menganggap berhasil, Rahmat ingin mencoba yang lebih besar lagi. Teknisi peralatan elektronik itu pun kini siap-siap trading dengan nilai investasi 900 dollar AS.
Meski sama-sama menimba ilmu di sekolah sejenis, Bambang Hermanto (41), warga Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Pringsewu, Lampung, berbeda dengan Rahmat. ”Meski sudah belajar forex, saya tidak berani trading. Saya titipkan dananya ke teman SMA saya yang main forex trading,” kata ayah tiga anak ini. Dana yang dititipkan ke temannya sekitar 400 dollar AS.
Alasan Bambang, ia masih dalam taraf belajar. ”Saya takut uang saya hilang,” katanya.
Teman-temannya punya pengalaman buruk ikut investasi valas saat calon presiden AS Barack Obama memenangi pemilu. ”Semua mengira investasi akan untung. Kenyataannya malah rugi. Tidak cukup melihat kondisi politik semata, tetapi juga harus punya kemampuan trading,” ujar Bambang, tamatan diploma jurusan pertanian.
Bambang tentu tak mau seperti Lily Elizabeth, seorang investor. Lily pernah merugi miliaran rupiah dari beberapa investasi yang diikutinya.
Tuntutan global
Menurut Presiden Direktur Sekolah Forex Yul Eko Rubiyanto (33), sekolahnya sebenarnya untuk mengajari siapa pun yang ingin belajar menjadi trader.
Lembaga yang mengajarkan forex trading memang bukan hanya Sekolah Forex. Di dunia maya, banyak lembaga yang menyelenggarakan kursus forex trading, termasuk sejumlah perusahaan pialang.
Menurut Yul, dengan forex trading, seseorang bisa mengembangkan uangnya dengan mudah dan dengan hasil yang cukup besar. ”Kita tak perlu kena macet, cukup di rumah, bermodalkan komputer dan internet,” ujar Yul yang juga trader dengan penghasilan tambahan 300 dollar AS-500 dollar AS per bulan.
Selebihnya, menurut Yul, trader cukup memperhatikan gerakan pasar uang melalui sebuah grafik di sebuah platform trading antara lain metatrader 4. ”Transaksi forex dilakukan siapa pun, mulai dari pemerintah sampai individu pada saat yang sama sehingga perputaran uang sangat cepat,” paparnya.
Forex trading muncul sebagai tuntutan globalisasi dan perkembangan teknologi yang menghilangkan batas-batas antarnegara. Melalui telekomunikasi canggih, setiap orang dapat mengikuti perkembangan nilai tukar valas dan menjadi peserta pasar uang internasional selama 24 jam.
Ekonom Bank Danamon, Anton Gunawan, agak terkejut saat ditanya mengenai maraknya sekolah forex trading yang tak terkontrol oleh Bank Indonesia ataupun Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan.
Alasannya, selain soal perizinan yang harus dikantongi, dikhawatirkan para trader yang dididik tidak paham dengan kondisi keuangan global yang saat ini tengah bergejolak. ”Boleh jadi, sekolah seperti itu memang bermunculan. Namun, siapa yang harus mengeluarkan izin untuk lembaga-lembaga seperti itu? Siapa pula yang mengawasi transaksi? Jangan sampai masyarakat dirugikan. Bukannya untung malah buntung,” ujar Anton.
Ia berharap Otoritas Jasa Keuangan yang segera terbentuk nantinya bisa ikut mengawasi maraknya sekolah-sekolah yang mengajarkan forex trading.
Sumber : Kompas.com
Komentar
Posting Komentar