Bolehkan Umat Islam Mengikuti Natal? Ini Dalil-dalilnya

Banyak umat Islam yang bertanya, bagaimanakah sebenarnya hukum bagi seorang muslim yang ikut merayakan atau terlibat dalam perayaan Natal. Jika memang hal tersebut dilarang, maka apakah ada larangan atau pengharaman tersebut dari dalil-dalil syar'i?

Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 1 jumadil Awal 1401 H/ 7 Maret 1981 telah secara tegas mengharamkan kaum mislimin untuk ikut serta mengikuti berbagai kegiatan yang berkaitan dengan natal.

Isi keputusan Fatwa MUI tersebut mengatakan: 1). Mengikuti upacara natal bersama bagi umat islam hukumnya haram. 2). Agar umat Islam tidak terjerumus kedalam syubhat dan larangan Allah, dianjurkan untuk tidak mengikuti kegiatan-kegiatan natal.Dalam buku Tanya Jawab Agama Jilid II, oleh Tim PP Muhammadiyah Majlis Tarjih, yang diterbitkan oleh Suara Muhammadiyah (1991), hal. 238-240, sudah diterangkan, hukum menghadiri perayaan Natal bersama adalah Haram. Muhammadiyah dalam hal ini juga mengacu kepada fatwa MUI itu.

Allah SWT berfirman, “Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (sama) dengan menjaga kehormatan dirinya. (QS. Al- Furqan: 72).

Makna ayat ini bahwa mereka tidak menghadiri ‘az- zur’. Jika mereka melewatinya, mereka segera melaluinya, dan tidak mau terkotori sedikit pun oleh az-zur itu (Imam Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, iii/1346).

Berdasarkan ayat ini pula, banyak fuqaha' yang menyatakan haramnya menghadiri perayaan hari raya kaum kafir. Imam Ahmad mengatakan, “Kaum Muslimin telah diharamkan untuk merayakan hari raya orang-orang Yahudi dan Nasrani."

Imam Baihaqi juga menyatakan, “Jika kaum Muslimin diharamkan memasuki gereja, apalagi merayakan hari raya mereka.”

Al-Qadhi Abu Ya'la al-Fara’ tak ketinggalan juga berpesan, “Kaum Muslim telah dilarang untuk merayakan hari raya orang-orang kafir atau musyrik."

Sementara itu, secara jelas dan gamblang Imam Malik menyatakan, “Kaum Muslimin dilarang untuk merayakan hari raya kaum musyrik atau kafir, atau memberikan sesuatu (hadiah), atau menjual sesuatu kepada mereka, atau naik kendaraan yang digunakan mereka untuk merayakan hari rayanya. Sedangkan memakan makanan yang disajikan kepada kita hukumnya makruh, baik diantar atau mereka mengundang kita." (Ibnu Tamiyyah, lqtidha' al-Shirath al-Mustaqim, hal. 201).

Ibnu Oayyim al-Jauziyyah juga mengatakan, “Sebagaimana mereka (kaum Musyrik) tidak diperbolehkan menampakkan syiar-syiar mereka, maka tidak diperbolehkan pula bagi kaum Muslimin menyetujui dan membantu mereka melakukan syiar itu serta hadir bersama mereka. Demikian menurut kesepakatan ahli ilmu." (Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Ahkam Ahl al- Dzimmah, i/235).

Komentar

Postingan Populer