Anak dan Doa

Alhamdulillaah, dengan segala keadaan, UN berhasil diselenggarakan. Apapun, kudu rasa syukur yang terucap, tentu tetap dengan segala koreksi untuk perbaikan masa depan.

Betapapun anak-anak kita tidak mengalami siksaan dan tekanan rasis, agama, dan hal-hal lain seperti di Myanmar. Penderitaan jika pun ada, barangkali sedikit yang menyentuh soal primer, yakni makanan, kelaparan, kekurangan gizi.

Ada, tapi relatif bisa tertangani. Insya Allah dah, sambil terus kita support dan doakan pemerintah untuk terus meningkatkan dan memperbaiki pelayanan di segala sektor.

Akan kaitannya dengan anak, saya tidak memungkiri pentingnya soal konten, fasilitas, penunjang, untuk pendidikan, karir dan masa depan anak. Tetap diperlukan sekolah yang bagus, guru yang bagus, sarana prasarana yang menunjang, kurikulum yang terdesain rapih bagus, dan lain-lain.

Namun saya melihat, merasakan, ada yang betul-betul lebih banget diperlukan anak-anak kita semua. Yang satu yang saya mau angkat ini kira-kira hanya bisa disejajarkan level kebutuhannya dengan rezeki halal untuk anak dan uswatun hasanah, yakni doa.

Ya, di mata saya, buat anak-anak kita, segala metode pendidikan dan pengasuhan, cara, fasilitas, nggak ada apa-apanya, dan nggak bakalan ada pengaruhnya buat mereka.

Jika apa? Jika rezeki untuk anak kita itu, haram. Dan tidak ada uswatun hasanah. Anak akan tetap rusak. Bisa jadi dunianya keren, bagus, gemilang. Tapi jiwanya, rusak. Dan bahkan kehidupannya pun akan hancur. "Anak yang tumbuh dari daging yang haram, maka neraka yang lebih berhak atasnya."

Nah, di level rezeki halal, dan uswatun hasanah, ada satu lagi yang berbanding lurus. Yaitu doa. Pastikan semuanya jalan, bagus, dan lancar. Maka insya Allah anak-anak akan bagus masa depannya.

Apalagi yang disebut masa depan anak itu adalah bukan hanya pada saat dia nanti harus dan butuh bekerja, berusaha, berkeluarga, dan hidup layak. Bukan itu saja. Terlalu dekat jika harapan pada anak sampai di situ saja.

Yang disebut masa depan anak itu adalah dia sendiri bisa mendoakan kita, hingga akhir hayatnya. Bisa mengajarkan doa ke anak-anak turunannya, sehingga bisa terus mendoakan kita, orang-orang tuanya.

Bisa mengantarkan kita pada husnul khatimah dan sakratul maut yang baik. Bukan apa, saya pribadi ngeri, pada saat saya nanti sakratul maut, anak-anak di samping saya ga bisa bimbing saya untuk mengucapkan kalimah syahadah atau kalimat tauhid.

Bisa menjadi imam bagi shalat jenazah jika ia laki-laki. Bisa kemudian menjadi pembebas kita dari neraka, dengan doa-doanya, dengan kebaikan amal-amal perbuatannya, tidak malah menjadikan kita ke neraka. Kemudian bisa menjadi kunci surga buat kita, lalu duduk bersama satu surga. Ini dia.

Kita pun butuh anak-anak yang bisa memberi banyak kebaikan akhirat juga buat kita. Nggak hanya terangnya dunia. Anak-anak kita menjadi penarik, pendorong, dan lokomotif kebaikan dunia akhirat.

Nah untuk itulah, doa sangat diperlukan buat anak-anak kita. Kawal mereka dengan doa. Agar anak-anak menjadi anak-anak yang saleh-salehah, hidup manfaat, terhindar dari neraka, masuk surga, dan menjadi penebar kebaikan. Bukan sebaliknya.

Jangan pernah putus doa. Jangan pernah berhenti mendoakan. Sebagai penutup, saya sering mengatakan kepada diri saya dan kawan-kawan, "Kapan sih kita harus khawatir, resah, akan masa depan anak-anak kita?

Tatkala kita berhenti mendoakannya. Apalagi kita memberi anak-anak kita rezeki haram, dan contoh perilaku yang buruk. Saat itulah, kita harus mulai resah, gelisah, dan bahkan takut."
 
 
Oleh Ustaz Yusuf Mansur

Komentar

Postingan Populer