Tiga Karakter Perjuangan Sahabat

“Dan berapa banyaknya Nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar.” (QS Ali Imran: 146)

Sudah tidak terbantahkan lagi bahwa generasi sahabat merupakan generasi yang terbaik dalam sejarah perjalanan umat Islam. Tidak ada lagi muncul generasi sebaik dan sehebat generasi sahabat. Baik dari sisi ketaatan serta kecintaan kepada Allah swt dan Rasulullah saw, perjuangan menegakkan agama Allah swt dan pengorbanan mereka di jalan dakwah. 

Kalaupun ada orang-orang hebat yang mungkin memiliki kualitas hampir sama dengan para sahabat tetapi kehadiran mereka tidak pernah terjadi dalam ruang dan waktu yang sama. Sudah menjadi sunnatullah bahwa mereka yang ada dan berjuang bersama-sama dengan para nabi bukanlah orang yang sembarangan. Mereka adalah orang-orang pilihan yang memiliki kualifikasi khusus. Kualifikasi seperti yang tergambarkan pada surat Ali Imran ayat 146 di atas.

Kehadiran para sahabat sebagai generasi terbaik dengan kualifikasi dan karakteristik unggul ini tidaklah hadir dengan serta merta. Proses panjang yang bernama “tarbiyah” yang telah mengubah mereka. Sentuhan tarbiyah islamiyah yang diberikan oleh Rasul kepada mereka telah mengatarkan mereka kepada derajat tertinggi manusia di mata Allah swt. 

Tarbiyah yang tidak hanya dilahirkan dari ceramah-ceramah tetapi tempaan ujian dan cobaan yang diberikan oleh Allah swt melalui orang-orang kafir Mekah. Setidaknya ada tiga karakter yang dimiliki oleh para sahabat yang selalu setia berjuang bersama-sama Rasul dalam menegakkan kalimat Allah swt. Karakter-karakter inilah yang telah menjadikan setiap kesakitan, kesulitan dan kelelahan menjadi tidak berarti apa-apa. 

Karakter ini pulalah yang telah mengantarkan umat Islam pada puncak kejayaan dengan perkembangan yang begitu pesat dari sisi jumlah pemeluknya serta kemenangan-kemenangan yang gemilang dalam setiap peperangan yang dilakoni.

1. Totalitas dalam bergerak
Ini adalah karakter pertama yang dimiliki oleh para sahabat dalam bergerak dan berjuang dengan baginda Rasulullah saw. Para sahabat menjalani setiap seruan dan perintah Rasul secara totalitas. Totalitas dalam artian berjuang dengan seluruh kemampuan yang dimiliki, berjuang sampai dengan batas maksimal dari diri mereka. Bukan perjuangan yang dilakukan dengan setengah-setengah atau ala kadarnya saja. Totalitas ini ditunjukkan dengan semangat yang tinggi dalam menyambut setiap seruan, tidak menunda-nunda dalam menjalankan setiap seruan yang datang, serta berkorban baik dengan harta dan jiwa.

Perhatikan ungkapan salah seorang sahabat dalam menyambut seruan perang Badar berikut ini “Kalau butir-butir kurma ini harus kutelan semua baru maju berperang… oh betapa jauh sungguh jarak antara aku dengan surga.” Dari ungkapan ini tergambar bagaimana sang sahabat tidak mau menunda dalam mengerjakan seruan dari Rasul, bahkan untuk sekadar menelan buah kurma yang barang tentu tidak akan menghabiskan waktu yang lama. Tergambar bagaimana totalitas sang sahabat dalam mengerjakan seruan Rasul. Menyambut dengan semangat yang begitu tinggi serta tidak menunda dalam mengerjakan seruan tersebut.

Atau contoh lain bagaimana secara total Abu Bakar meng-infaq kan seluruh hartanya untuk membiayai perang yang dilakukan oleh umat Islam. Selain itu Abu Bakar juga turun langsung ke medan pertempuran dan berperang bersama para sahabat yang lain. Sudah berjihad secara harta dengan berinfaq seluruh harta, tidak menjadi Abu Bakar pribadi yang lalai dalam melaksanakan seruan jihad yang diperintahkan Rasul. Karena sejatinya kita diminta untuk berjuang tidak hanya dengan harta tetapi juga dengan jiwa. “Dan berjihadlah kamu dengan harta dan jiwamu di jalan Allah” (At Taubah: 41)

Totalitas dalam bergerak inilah yang akhirnya dalam setiap pergerakan dan perjuangan yang dilakukan oleh para sahabat membuahkan hasil yang manis. Setiap kerja yang dilakukan membuahkan hasil yang maksimal sesuai dengan kerasnya perjuangan dan besarnya pengorbanan yang dilakukan para sahabat. Keberhasilan yang manis ini ditunjukkan dengan elegan oleh seorang pemuda parlente bernama Mush’ab bin Umair. Menerima seruan untuk berdakwah di madinah dan mempersiapkan madinah sebagai tempat hijrah umat Islam dilakukan dengan baik oleh Mush’ab sehingga akhirnya Madinah mampu difutuhkan oleh pemuda yang luar biasa ini.

Tidak ada perjuangan yang berujung dengan keberhasilan kecuali berjuang dengan totalitas. Total dalam berpikir, total dalam bergerak dan total dalam berkorban. Karena apa yang kita dapatkan sesuai dengan apa yang kita usahakan. Dan surga begitu mahal harganya, sehingga hanya orang-orang yang berjuang / berjihad dengan total saja yang layak untuk mendapatkannya.

2. Tidak memiliki wahn, sikap yang lemah dan mudah menyerah
Dari sahabat Tsauban r.hu berkata, “Telah bersabda Rasulullah saw, “Hampir saja bangsa-bangsa berkumpul menyerang kalian sebagaimana mereka berkumpul untuk menyantap makanan di nampan. Salah seorang sahabat bertanya, “Apakah karena sedikitnya jumlah kami pada saat itu?” Beliau menjawab, “Bahkan pada saat itu jumlah kalian banyak, tetapi kalian seperti buih, buih di atas lautan. Sungguh Allah benar-benar akan mencabut rasa takut pada hati musuh kalian dan sungguh Allah benar-benar akan menghujamkan pada hati kalian rasa wahn.” Kemudian seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah wahn itu?” Beliau menjawab, “Cinta kepada dunia dan takut mati”.

Hadits di atas menjelaskan tentang pengertian dari “wahn”, yaitu penyakit kecintaan pada dunia yang begitu besar sehingga menimbulkan ketakutan yang amat sangat dengan kematian. Dan proses tarbiyah yang dilakukan oleh Rasul telah mampu mengangkat penyakit tersebut dari dalam hati para sahabat. Oleh karena itulah para sahabat telah mampu meletakkan dunia ini di tangan mereka tidak dimasukkan ke dalam hati mereka, sehingga ketika dakwah dan perjuangan menegakkan kalimat Allah meminta pengorbanan harta dan jiwa. Dengan amat sangat mudah mereka melepaskan semuanya.

Kita bisa melihat bagaimana seorang Abdurrahman bin Auf yang meninggalkan seluruh hartanya di Mekah dan pergi hijrah ke madinah agar dapat berislam dengan kondisi yang lebih baik. Atau kisah-kisah lain bagaimana para sahabat yang tidak ragu sedikit pun dalam berjihad dijalan Allah swt. Setiap peperangan yang mereka lakukan tidak dianggap sebagai perjalanan menuju kematian, tetapi sebuah langkah nyata yang akan lebih mendekatkan mereka kepada surga Allah swt.

Begitu bahayanya penyakit wahn ini, secara tegas Allah swt memperingati setiap kaum muslim untuk menghindarinya dan meletakkan rasa cinta yang paling tinggi hanya kepada Allah swt, Rasul dan berjihad dijalan Allah swt.

Katakanlah: “jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (QS At Taubah: 24)

Penyakit wahn yang ada dalam hati setiap muslim akan menimbulkan kelemahan dan sikap yang mudah menyerah. Hal ini karena rasa takut yang besar untuk kehilangan dunia sehingga mereka menjadi lemah dan akan sangat mudah menyerah ketika dihantam masalah dalam proses perjuangan yang dilakukan. Orang-orang yang berpenyakit wahn, tidak akan mampu berjuang sampai batas kemampuan maksimal seorang muslim. Karena batas kemampuan maksimal seorang muslim dalam berjuang adalah ketika mereka menemui ajalnya. 

Dan seperti yang dijelaskan oleh Rasul dalam hadits di atas, orang-orang yang berpenyakit wahn dalam hati mereka akan sangat takut dengan namanya kematian. Ketakutan yang besar dengan kematian akan mengikis kekuatan dalam pribadi seorang muslim sehingga menjadikannya pribadi yang lemah. Ketakutan yang besar dengan kematian akan menimbulkan ketakutan untuk terus bangkit dari keterpurukan dan kegagalan. Rasa takut yang begitu besar dengan kematian akan menyebabkan sangat mudah menyerah karena takut untuk mencoba lagi dengan alasan takut untuk mengalami kegagalan yang kesekian kalinya.

Oleh karena itulah, sangat penting bagi setiap muslim untuk selalu menjaga hatinya agar terbebas dari penyakit wahn. Dengan salah satu cara untuk menghindari penyakit ini adalah meletakkan dunia dan seisinya di tangan kita, jangan sekali-kali memasukkannya ke dalam hati kita. Karena ketika kita meletakkan dunia ini di atas tangan akan sangat mudah melepaskannya ketika Allah swt sang pemilik yang sebenarnya mengambil kembali semua yang ditipkan-Nya kepada kita. Sedangkan jika kita menempatkan dunia dan seisinya di dalam hati, maka akan begitu terasa berat untuk melepaskannya ketika diambil oleh Allah swt.

3. Obsesi yang bersandarkan kepada Allah SWT
Karakter yang ketiga ini merupakan karakter yang melatarbelakangi munculnya dua karakter sebelumnya. Obsesi yang bersandarkan kepada Allah swt menjadi alasan perjuangan para sahabat, Allah ghayatuna atau Allah adalah tujuan kami itulah yang memenuhi kepala para sahabat dan menyesaki ruang-ruang di dada para sahabat. Perjuangan mereka tidak didasarkan atas keinginan meraih kekuasaan atau ambisi untuk mendapatkan harta yang banyak. Tetapi untuk meraih keridhaan Allah swt itulah yang menjadi obsesi dan menjadi alasan utama perjuangan mereka.

Obsesi ini tidak muncul dengan sendirinya, tetapi melalui poses pembentukan yang panjang. Kita lihat dalam fase Mekah yang merupakan fase penanaman ideologi para sahabat dipenuhi oleh ayat-ayat yang memerintahkan untuk bertauhid serta menceritakan tentang kampung akhirat, surga dan neraka. Inilah yang membuat semangat para sahabat tidak pernah surut, meski siksaan mereka terima. Ini juga yang membuat sahabat tidak pernah menyerah walau kesulitan yang amat sangat mereka rasakan pada saat pemboikotan di kota Mekah dan pengepungan kota madinah pada perang Khandaq. Segala kesakitan dari siksaan tidak akan pernah terasa karena dalam benak mereka telah jelas tergambar kenikmatan di surga jika mereka bertahan. Semua penderitaan yang mereka alami akan dapat dilewati karena mereka tahu betapa indahnya surga yang ada di ujung perjalanan mereka jika mereka mampu terus berjalan dijalan dakwah ini.

Kita juga dapat melihat bagaimana Allah swt menjaga kelurusan obsesi dari para sahabat dalam berjihad dijalan Allah swt pada saat kemenangan perang Badar telah didapatkan. Yaitu ujian pertama ketika kemenangan yang gilang gemilang dihadirkan oleh Allah swt. Ujian pertama itu bernama “ghanimah” atau harta rampasan perang. Sebuah ujian yang mungkin tidak pernah terpikirkan oleh para sahabat sebelumnya. Dan sebuah ujian yang sempat mengganggu ukhuwah islamiyah di antara umat Islam pada waktu itu. Tapi semua itu mampu diselesaikan dengan baik baik oleh para sahabat setelah turunnya surat Al Anfal ayat 1

Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah: “Harta rampasan perang kepunyaan Allah dan Rasul, oleh sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu; dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman.” (QS Al Anfal: 1)

Ayat di atas tidak menjelaskan secara gamblang bagaimana mekanisme pembagian ghanimah, tetapi sebaliknya justru memerintahkan mereka untuk memberikan semuanya kepada Allah dan Rasul, serta perintah untuk bertakwa. Hal ini dapat dijelaskan karena ini adalah kemenangan pertama umat Islam dalam peperangan. Dan tidak langsung diberitakan tentang cara pembagian ghanimah karena Allah swt ingin para sahabat memurnikan lagi niat dan obsesi mereka dalam berjihad. Hal ini sebagai pembuktian bahwa para sahabat berjihad bukanlah untuk mendapatkan kekuasaan apalagi mendapatkan harta. Karena semua harta rampasan perang itu milik Allah swt dan Rasul. Barulah setelah para sahabat memiliki kekokohan dalam sisi niat dan obsesi ayat tentang pembagian harta rampasan perang diturunkan oleh Allah swt. Inilah pembuktian yang nyata bahwa segala perjuangan, kontribusi dan jihad yang dilakukan oleh para sahabat semata-mata karena obsesi yang bersandarkan kepada Allah swt.

Wallahu a’lam bishawwab.
Yoeandha

Komentar

Postingan Populer