Keluarlah dari Rumah, Sekarang!
“...sesungguhnya mereka adalah orang orang yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk...” (Q.S. 18:13)
Hari itu dunia goncang. Langit memerah, pertanda sesuatu yang terlalu menakjubkan telah terjadi. Riuh suara alam, semakin menjadi bukti, bahwa kebenaran pasti memenangi kezhaliman, di masa lampau, atau pun di masa yang akan datang.
Hari itu, semakin kuatlah keyakinan, bahwa islam telah menemui puncak kegemilangannya (lagi), setelah peristiwa fathul Mekkah, dan penaklukan Yerussalem. Semua jengah, bukan karena tidak menyukai kemenangan ini. Tapi karena mereka telah kehilangan harapan menjadi panglima terbaik, yang disebut-sebut oleh baginda Rasulullah Saw. Pagi itu, Jum'at 6 April 1453 M, seorang pemuda terbaik telah berhasil menjadi panglima terbaik dan memimpin pasukan terbaik seperti pernah disampaikan oleh Rasulullah Saw. dalam sebuah hadits riwayat Ahmad.
“Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin, dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.” [H.R. Ahmad bin Hanbal Al-Musnad 4/335]
Pasukan ini harus menaklukkan sebuah kota, yang pertahanannya merupakan pertahanan terkuat di dunia pada masa itu. Beberapa generasi, bahkan telah berkali-kali mencoba menaklukkan kota tersebut. Di antaranya ialah Muawiyah bin Abu Sufyan pada tahun 668M, namun gagal. Dan juga salah satu sahabat Rasulullah Saw. yaitu Abu Ayyub Al-Anshari ra. yang kemudian gugur. Generasi berikutnya, baik dari Bani Umayyah dan Bani Abbasiyyah, hingga Turki Utsmani pada masa pemerintahan Murad II juga gagal.
Kota dengan benteng 10m-an tersebut memang sulit ditembus. Selain itu, di sisi luar benteng pun dilindungi oleh parit 7m. Dari sebelah Barat, pasukan artileri harus membobol benteng dua lapis. Dari arah Selatan Laut Marmara, pasukan laut harus berhadapan dengan pelaut Genoa pimpinan Giustiniani. Sementara, dari arah Timur armada laut harus masuk ke selat sempit Golden Horn, yang sudah dilindungi dengan rantai besar hingga kapal perang ukuran kecil pun tak bisa lewat.
Hari itu, lahirlah ide cemerlang dari seorang pemuda terbaik sebagai panglima pasukan yang akhirnya mencetuskan kemenangan sekali lagi. Pertempuran antara Islam atas kaum kuffar. Dialah Sulthan Muhammad ll, yang digelari Alfatih The Conquerer. Ia berhasil menaklukkan Kota Konstantinopel, yang dipimpin oleh Constantine XI Palelogus. Fajar telah terbit, dan sekali lagi dunia telah membuktikan bahwa pemuda adalah puncak kejayaan.
Pemuda merupakan kekuatan sentral bagi sebuah peradaban. Pemuda adalah mitra dalam menciptakan masa depan. Sebagaimana orientasi perkembangan populasi dunia menegaskan, bahwa jumlah pemuda selalu mengalami peningkatan. Dengan demikian, pemuda juga merepresentasikan kuantitas di samping kualitas. Jadi, pemuda sangat potensial dari sudut pandang jumlah, untuk melakukan sebuah perubahan dan revolusi.
Pemuda sebenarnya memiliki 3 potensi utama yakni, energi atau kekuatan untuk bekerja, waktu yang (sangat) cukup, dan idealisme. Bila pemuda diarahkan dengan baik serta diberi kesempatan, maka potensi dan idealisme akan bergabung untuk berubah menjadi produksi, ilmu, serta pengembangan. Jika pemuda tidak diarahkan dan tidak diberi kesempatan, maka potensi dan idealisme itu akan berubah menjadi produksi penghancuran, kekosongan, dan kerusakan.
Pemuda sendiri wajib menyadari, bahwa mereka harus mencerminkan nilai-nilai Islam, adab dan akhlak. Sehingga, para pemuda bisa membangun kepribadiannya, mengaktualisasikan idenya, serta terlibat dalam pembangunan umat dan dinnya. Pemuda juga perlu sadar tentang pengembangan sisi ruhiyah, fisikal, dan sosialnya, di samping memperkaya pemikiran atau fikrahnya, secara komprehensif dan integral. Syumul wa mutakaamil. Sempurna dan menyempurnakan.
Kemarin, kita bicara tentang pahlawan. Hari ini, kita bicara tentang pahlawan masa depan. Pahlawan masa depan tidak berpikir untuk dirinya saja, tapi bagaimana menjadi baik serta memperbaiki sekelilingnya. Bagaimana mengharumkan akhlaknya, serta membangunkan akhlak sekitarnya. Di tangan pemudalah, insyaAllah Islam akan mengambil gilirannya, menjadi rahmatan li 'alamin. Memimpin dunia yang mulai kabur dan bobrok, dan ustadziyatul alam akan segera terwujud.
Peradaban-peradaban besar merupakan karya akumulatif antar generasi. Namun masalahnya saat ini, pusat pemikiran pemuda masih belum bergeser dari pembangunan ideologi dan pembangunan kerangka pemikiran pergerakan. Padahal, seharusnya saat ini pemuda sudah harus memikirkan tentang bagaimana menciptakan sumber daya dan semangat kerja, untuk merealisasikan konsep-konsep generasi terdahulu tersebut.
Pemuda adalah mereka yang menyadari masa lalunya dengan kuat, mengakui akar sejarahnya, tetapi punya mimpi besar untuk masa yang akan datang. Pemuda adalah mereka yang berpikir bagaimana menjadi kontributor, inspirator dan motor bagi dunia. Mereka tidak lagi bicara tentang figur, tapi mereka bicara tentang ide-ide. Mereka tidak bicara tentang janji-janji, tapi mereka bicara tentang misi, langkah, serta kinerja, atau amal-amal.
Pemuda identik dengan kata "bebas". Sebab, kebebasan lahir dari keberanian-keberanian mengeksplorasi pikiran untuk berpikir besar, jauh dan dalam. Tapi, kebebasan pemuda adalah kebebasan yang berwarna mungkin, tapi tetap terbimbing, memancar mungkin tapi tetap terarah, konstruktif dan bukan destruktif.
Wahai pemuda, kebebasan kita bersumberkan Alquran dan Assunnah. Jadikan Alquran sebagai cahaya, dalam gelap dan sunnah sebagai elemen pengukuhannya. Ambillah ia sebagai peta hidup, landasan berpikir, dan motivasi bergerak.
Matahari telah menyingsing, maka telah tiba masanya kita keluar dari rumah. Memulakan langkah, mewujudkan cita dan harapan, mengitari dunia, menjajakan kebaikan, menciptakan keadilan, menebarkan benih-benih keimanan. Sebagaimana Usamah bin Zaid yang menaklukkan Romawi pada "sweet seventeen"-nya. Seperti Ashabul Kahfi menyelamatkan imannya. Sebagaimana Shalahuddin dengan berani melawan Balian of Ibelin. Sebagaimana Muhammad al Fatih mengalahkan Constantine. Mereka semua adalah pemuda, dan kita juga pemuda. Terkutip dari Imam Syahid Hasan al Banna, "KALIAN ADALAH RUH BARU BAGI UMMAT INI."
Hari itu dunia goncang. Langit memerah, pertanda sesuatu yang terlalu menakjubkan telah terjadi. Riuh suara alam, semakin menjadi bukti, bahwa kebenaran pasti memenangi kezhaliman, di masa lampau, atau pun di masa yang akan datang.
Hari itu, semakin kuatlah keyakinan, bahwa islam telah menemui puncak kegemilangannya (lagi), setelah peristiwa fathul Mekkah, dan penaklukan Yerussalem. Semua jengah, bukan karena tidak menyukai kemenangan ini. Tapi karena mereka telah kehilangan harapan menjadi panglima terbaik, yang disebut-sebut oleh baginda Rasulullah Saw. Pagi itu, Jum'at 6 April 1453 M, seorang pemuda terbaik telah berhasil menjadi panglima terbaik dan memimpin pasukan terbaik seperti pernah disampaikan oleh Rasulullah Saw. dalam sebuah hadits riwayat Ahmad.
“Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin, dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.” [H.R. Ahmad bin Hanbal Al-Musnad 4/335]
Pasukan ini harus menaklukkan sebuah kota, yang pertahanannya merupakan pertahanan terkuat di dunia pada masa itu. Beberapa generasi, bahkan telah berkali-kali mencoba menaklukkan kota tersebut. Di antaranya ialah Muawiyah bin Abu Sufyan pada tahun 668M, namun gagal. Dan juga salah satu sahabat Rasulullah Saw. yaitu Abu Ayyub Al-Anshari ra. yang kemudian gugur. Generasi berikutnya, baik dari Bani Umayyah dan Bani Abbasiyyah, hingga Turki Utsmani pada masa pemerintahan Murad II juga gagal.
Kota dengan benteng 10m-an tersebut memang sulit ditembus. Selain itu, di sisi luar benteng pun dilindungi oleh parit 7m. Dari sebelah Barat, pasukan artileri harus membobol benteng dua lapis. Dari arah Selatan Laut Marmara, pasukan laut harus berhadapan dengan pelaut Genoa pimpinan Giustiniani. Sementara, dari arah Timur armada laut harus masuk ke selat sempit Golden Horn, yang sudah dilindungi dengan rantai besar hingga kapal perang ukuran kecil pun tak bisa lewat.
Hari itu, lahirlah ide cemerlang dari seorang pemuda terbaik sebagai panglima pasukan yang akhirnya mencetuskan kemenangan sekali lagi. Pertempuran antara Islam atas kaum kuffar. Dialah Sulthan Muhammad ll, yang digelari Alfatih The Conquerer. Ia berhasil menaklukkan Kota Konstantinopel, yang dipimpin oleh Constantine XI Palelogus. Fajar telah terbit, dan sekali lagi dunia telah membuktikan bahwa pemuda adalah puncak kejayaan.
Pemuda merupakan kekuatan sentral bagi sebuah peradaban. Pemuda adalah mitra dalam menciptakan masa depan. Sebagaimana orientasi perkembangan populasi dunia menegaskan, bahwa jumlah pemuda selalu mengalami peningkatan. Dengan demikian, pemuda juga merepresentasikan kuantitas di samping kualitas. Jadi, pemuda sangat potensial dari sudut pandang jumlah, untuk melakukan sebuah perubahan dan revolusi.
Pemuda sebenarnya memiliki 3 potensi utama yakni, energi atau kekuatan untuk bekerja, waktu yang (sangat) cukup, dan idealisme. Bila pemuda diarahkan dengan baik serta diberi kesempatan, maka potensi dan idealisme akan bergabung untuk berubah menjadi produksi, ilmu, serta pengembangan. Jika pemuda tidak diarahkan dan tidak diberi kesempatan, maka potensi dan idealisme itu akan berubah menjadi produksi penghancuran, kekosongan, dan kerusakan.
Pemuda sendiri wajib menyadari, bahwa mereka harus mencerminkan nilai-nilai Islam, adab dan akhlak. Sehingga, para pemuda bisa membangun kepribadiannya, mengaktualisasikan idenya, serta terlibat dalam pembangunan umat dan dinnya. Pemuda juga perlu sadar tentang pengembangan sisi ruhiyah, fisikal, dan sosialnya, di samping memperkaya pemikiran atau fikrahnya, secara komprehensif dan integral. Syumul wa mutakaamil. Sempurna dan menyempurnakan.
Kemarin, kita bicara tentang pahlawan. Hari ini, kita bicara tentang pahlawan masa depan. Pahlawan masa depan tidak berpikir untuk dirinya saja, tapi bagaimana menjadi baik serta memperbaiki sekelilingnya. Bagaimana mengharumkan akhlaknya, serta membangunkan akhlak sekitarnya. Di tangan pemudalah, insyaAllah Islam akan mengambil gilirannya, menjadi rahmatan li 'alamin. Memimpin dunia yang mulai kabur dan bobrok, dan ustadziyatul alam akan segera terwujud.
Peradaban-peradaban besar merupakan karya akumulatif antar generasi. Namun masalahnya saat ini, pusat pemikiran pemuda masih belum bergeser dari pembangunan ideologi dan pembangunan kerangka pemikiran pergerakan. Padahal, seharusnya saat ini pemuda sudah harus memikirkan tentang bagaimana menciptakan sumber daya dan semangat kerja, untuk merealisasikan konsep-konsep generasi terdahulu tersebut.
Pemuda adalah mereka yang menyadari masa lalunya dengan kuat, mengakui akar sejarahnya, tetapi punya mimpi besar untuk masa yang akan datang. Pemuda adalah mereka yang berpikir bagaimana menjadi kontributor, inspirator dan motor bagi dunia. Mereka tidak lagi bicara tentang figur, tapi mereka bicara tentang ide-ide. Mereka tidak bicara tentang janji-janji, tapi mereka bicara tentang misi, langkah, serta kinerja, atau amal-amal.
Pemuda identik dengan kata "bebas". Sebab, kebebasan lahir dari keberanian-keberanian mengeksplorasi pikiran untuk berpikir besar, jauh dan dalam. Tapi, kebebasan pemuda adalah kebebasan yang berwarna mungkin, tapi tetap terbimbing, memancar mungkin tapi tetap terarah, konstruktif dan bukan destruktif.
Wahai pemuda, kebebasan kita bersumberkan Alquran dan Assunnah. Jadikan Alquran sebagai cahaya, dalam gelap dan sunnah sebagai elemen pengukuhannya. Ambillah ia sebagai peta hidup, landasan berpikir, dan motivasi bergerak.
Matahari telah menyingsing, maka telah tiba masanya kita keluar dari rumah. Memulakan langkah, mewujudkan cita dan harapan, mengitari dunia, menjajakan kebaikan, menciptakan keadilan, menebarkan benih-benih keimanan. Sebagaimana Usamah bin Zaid yang menaklukkan Romawi pada "sweet seventeen"-nya. Seperti Ashabul Kahfi menyelamatkan imannya. Sebagaimana Shalahuddin dengan berani melawan Balian of Ibelin. Sebagaimana Muhammad al Fatih mengalahkan Constantine. Mereka semua adalah pemuda, dan kita juga pemuda. Terkutip dari Imam Syahid Hasan al Banna, "KALIAN ADALAH RUH BARU BAGI UMMAT INI."
Komentar
Posting Komentar