Masa Lalu Tak Semua Kelabu
Tidak punya masa lalu? Nonsense. Setiap diri kita kini merupakan konstruksi dari masa lalu. Apa insight yang muncul dalam benak kita saat terucap kata masa lalu? Menyedihkan, gelap, kelam, atau kelabu?
Framing masa lalu cenderung condong negatif. Ia hampir selalu digambarkan sebagai hal yang layak dilupakan, tidak diakui, dan lebih baik dibuang dari riwayat kehidupan kita. Padahal, puzzle diri kita kini takkan lengkap tanpanya. Kita tidak akan pernah bisa berdiri tegak kini, tanpa masa lalu yang menjadi semen perekat dan pengokoh batu bata hidup kita.Masa lalu Allah hadirkan dalam diri sebagai tarbiyah (pendidikan) bagi kita. Apabila kita adil dalam menimbang, toh tak semua masa lalu itu buruk. Terkadang kitalah yang menutup diri terhadap hikmah besar dari kehadiran masa lalu kita. Hikmah, ya, dia kerap kita abai dan acuhkan. Kita justru sering mengutuki masa lalu itu sendiri hingga hikmah pun tidak lagi kita beri ruang di hati. Hikmah itu tidak bisa menembus hati kita yang terlanjur kita bangun pagar baja untuk menutupinya. Maka masa lalu tinggallah masa lalu belaka. Ia berkarat dan menularkan karatnya ke hati kita. Na’udzubillah.
Masa lalu adalah sejarah kita. Jangan lupakan sejarah hampir berarti jangan biarkan masa lalu kita hilang. Sekelam apapun, segelap apapun. Ia adalah guru bagi kita yang luar biasa. Ia mengajak kita menyadari sepenuhnya ketidakberdayaan sebagai seorang hamba. Ia mengingatkan kita akan tidak pantasnya menyombongkan diri di hadapan sesama manusia. Kita bukanlah manusia tanpa cela.
Namun jua masa lalu memberikan kita inspirasi tak berkesudahan. Hadirnya merupakan pertanda bahwa kita masih punya harapan, harapan untuk bangkit dan bahagia. Hadirnya menjadi penguat kita. Adanya di tengah kita menjadi kesyukuran bahwa Allah masih memberikan kita kesempatan untuk belajar darinya.
Melupakan masa lalu hanya akan menghilangkan kesempatan bagi kita untuk mendapat serapan ilmu. Namun demikian, bukan berarti kita harus mengumbar jika ada aib dalam masa lalu kita. Yang harus kita bangun dalam diri adalah pandangan adil terhadap masa lalu kita. Bijak dalam menginsafinya, bersyukur dan menyerap hikmah darinya, menjadikannya sebagai pijakan lompatan perbaikan, adalah sedikit hal yang layak kita lakukan terhadap masa lalu kita. Jangan sekali-kali lupakan bahwa tak ada masa depan tanpa masa lalu.
Jangan sampai kita merasa menjadi pihak yang paling terpuruk dengan adanya masa lalu kita. Mungkin dalam kungkungan kotak dunia kita, kita merasa demikian. Kita lupa bahwa di luar sana masih banyak sahabat dan saudara kita yang memiliki rekam masa lalu lebih buruk. Kita semestinya beranjak dari zona keterkungkungan tersebut dan menghampiri mereka untuk saling belajar menghikmahi masa lalu. Ini bisa menjadi hal yang membuat kita membalikkan persepsi negatif terhadap masa lalu menjadi hal yang positif. Masa lalu justru menjadi bahan bakar terbaik masa depan kita. Ia merupakan obor kesuksesan kita.
Akhirnya, mungkin memang, setiap diri kita memiliki masa lalu yang kelabu. Masa lalu yang membuat kita malu akannya. Masa lalu yang kian hari kian menyeret kita untuk putus asa, merasa tak layak ada di sekumpulan manusia kini. Tapi, bukan seperti itu penyikapan yang bijak terhadap masa lalu. Masa lalu yang kelabu pun kita bisa ubah menjadi pelangi yang meski muncul sekejapan, membuat kita tersenyum akannya.
Karena tak semua masa lalu itu kelabu.
Framing masa lalu cenderung condong negatif. Ia hampir selalu digambarkan sebagai hal yang layak dilupakan, tidak diakui, dan lebih baik dibuang dari riwayat kehidupan kita. Padahal, puzzle diri kita kini takkan lengkap tanpanya. Kita tidak akan pernah bisa berdiri tegak kini, tanpa masa lalu yang menjadi semen perekat dan pengokoh batu bata hidup kita.Masa lalu Allah hadirkan dalam diri sebagai tarbiyah (pendidikan) bagi kita. Apabila kita adil dalam menimbang, toh tak semua masa lalu itu buruk. Terkadang kitalah yang menutup diri terhadap hikmah besar dari kehadiran masa lalu kita. Hikmah, ya, dia kerap kita abai dan acuhkan. Kita justru sering mengutuki masa lalu itu sendiri hingga hikmah pun tidak lagi kita beri ruang di hati. Hikmah itu tidak bisa menembus hati kita yang terlanjur kita bangun pagar baja untuk menutupinya. Maka masa lalu tinggallah masa lalu belaka. Ia berkarat dan menularkan karatnya ke hati kita. Na’udzubillah.
Masa lalu adalah sejarah kita. Jangan lupakan sejarah hampir berarti jangan biarkan masa lalu kita hilang. Sekelam apapun, segelap apapun. Ia adalah guru bagi kita yang luar biasa. Ia mengajak kita menyadari sepenuhnya ketidakberdayaan sebagai seorang hamba. Ia mengingatkan kita akan tidak pantasnya menyombongkan diri di hadapan sesama manusia. Kita bukanlah manusia tanpa cela.
Namun jua masa lalu memberikan kita inspirasi tak berkesudahan. Hadirnya merupakan pertanda bahwa kita masih punya harapan, harapan untuk bangkit dan bahagia. Hadirnya menjadi penguat kita. Adanya di tengah kita menjadi kesyukuran bahwa Allah masih memberikan kita kesempatan untuk belajar darinya.
Melupakan masa lalu hanya akan menghilangkan kesempatan bagi kita untuk mendapat serapan ilmu. Namun demikian, bukan berarti kita harus mengumbar jika ada aib dalam masa lalu kita. Yang harus kita bangun dalam diri adalah pandangan adil terhadap masa lalu kita. Bijak dalam menginsafinya, bersyukur dan menyerap hikmah darinya, menjadikannya sebagai pijakan lompatan perbaikan, adalah sedikit hal yang layak kita lakukan terhadap masa lalu kita. Jangan sekali-kali lupakan bahwa tak ada masa depan tanpa masa lalu.
Jangan sampai kita merasa menjadi pihak yang paling terpuruk dengan adanya masa lalu kita. Mungkin dalam kungkungan kotak dunia kita, kita merasa demikian. Kita lupa bahwa di luar sana masih banyak sahabat dan saudara kita yang memiliki rekam masa lalu lebih buruk. Kita semestinya beranjak dari zona keterkungkungan tersebut dan menghampiri mereka untuk saling belajar menghikmahi masa lalu. Ini bisa menjadi hal yang membuat kita membalikkan persepsi negatif terhadap masa lalu menjadi hal yang positif. Masa lalu justru menjadi bahan bakar terbaik masa depan kita. Ia merupakan obor kesuksesan kita.
Akhirnya, mungkin memang, setiap diri kita memiliki masa lalu yang kelabu. Masa lalu yang membuat kita malu akannya. Masa lalu yang kian hari kian menyeret kita untuk putus asa, merasa tak layak ada di sekumpulan manusia kini. Tapi, bukan seperti itu penyikapan yang bijak terhadap masa lalu. Masa lalu yang kelabu pun kita bisa ubah menjadi pelangi yang meski muncul sekejapan, membuat kita tersenyum akannya.
Karena tak semua masa lalu itu kelabu.
Oleh: Sofistika Carevy Ediwindra
Komentar
Posting Komentar