British Airways Mendarat Darurat di Halim PK

Pensiunan pilot Eric Moody, yang menerbangkan pesawat British Airways Penerbangan 9 pada 1982, mengalami kegagalan karena mesin jet menghisap debu letusan Gunung Galunggung.
Eric Moody, penyelamat penumpang British Airways Flight 009, Juni 1982 - (Foto: Riset)
Mesin jet menyedot debu gunung berapi yang sedang meletus dan menimbulkan percikan api . Ia otomatis berpikir untuk mendaratkan pesawat di bandara terdekat, meskipun masih terbang selama tujuh jam ke bandara tujuan, Auckland, Selandia Baru.

Ia juga menyatakan sistem komunikasi sengaja dimatikannya, yang sesungguhnya tidak boleh terjadi dalam pendaratan darurat.

Pada 1982, pesawat British Airways Penerbangan 009 bermesin empat direncanakan terbang dari London ke Auckland, Selandia Baru, gagal melanjutkan penerbangan karena mesin jet menghirup debu kasar Gunung Galunggung, di Kabupaten Tasimalaya, Jawa Barat, yang sedang batuk-batuk pada 24 Juni 1982.

Pesawat Boeing 747-236B terbang dari Bandara Heathrow, London, behenti di Bombay,Madras, Kuala Lumpur, Perth, Melbourne dan Auckland.

Moody melakukan tindakan darurat yang berani dan menyelamatkan nyawa 248 penumpang dan 15 awak pesawat dengan menurunkan ketinggan dari 37.000 ke 12.000 kaki. Ia sempat mematikan mesin sehingga jet Boeing ini melakukan terbang melayang (gliding) dan mesin dihidupkan lagi pada ketinggian 12.000 kaki (3,65 kilometer).

Akhirnya pesawat British Airways mendarat dengan selamat di badara internasional ketika itu, Halim Perdana Kusumah, Jakarta.

Meskipun ia bisa 100 persen mengendalikan pesawat , namun baru 11 tahun kemudian ia bisa membaca laporan mengenai apa yang terjadi setelah rahasia penerbangan ini dibuka (declassified).

Moody, yang kini tinggal di Chilworth dekat Southampton, yakin publik tak bisa membaca kisah penerbangan nahas BA Flight 9 itu sepenuhnya..

“Apa yang akan saya katakana bahwa badan-badan penerbangan mengetahui apa yang terjadi dan saya mengalaminya sendiri,” kata Moody bangga.

“Saya perlu waktu 11 tahun untuk mengetahui bagaimana Boeing mampu menelpon enjinir darat di Jakarta yang sudah datang ke kami sekitar 15 sampai 20 menit setelah mendarat,” tutur Moody heran.

“Telepon berdering beberapa saat setelah mesin saya mulai ngadat. Ini artinya mereka tahu apa yang sedang terjadi karena mereka memantau kami dari satelit,” ucap kakek Moody ini bersemangat.

“Stasiun-stasiun pemantau satelit di Alice Spring dan Guam mengikuti gerak pesawat kami, yang kelak kami temukan dari laporan yang dibuka sebelas tahun kemudian,” cerita pensiunan pilot ini.

"Dengan demikian ada begitu banyak yang diketahui sekarang, tapi ada seseorang yang akan tahu lebih banyak dan itu bisa terjadi di negara manapun. Saya tidak tahu apa yang mereka pelototi,” tulis Daily Mail mengutip kakek Moody.(inilah)

Komentar

Postingan Populer