Kuda Mainan
Seorang anak balita tampak asyik dengan mainan barunya: kuda-kudaan. Mainan dari kayu ini berbentuk mirip kuda dengan alas kayu berbentuk setengah elips.
Ketika kuda mainan itu digerakkan ke depan dan ke belakang, si penunggang, khususnya anak-anak, akan merasakan seolah-olah seperti naik kuda sungguhan.“Asyik, aku naik kuda,” teriak sang anak sambil terus menggerakkan sang kuda mainan dengan kaki pijakannya.
Pandangan sang anak tertuju pada pesawat televisi di depannya yang sedang menayangkan kuda sungguhan yang sedang ditunggangi seseorang.
Sedemikian asyiknya, sang anak merasakan kalau dialah yang sedang menunggangi kuda sungguhan seperti yang ada di pesawat televisi itu. Tapi, rasa ingin tahunya pun muncul.
“Kak, kok lari kudanya di sini-sini aja?” tanya sang anak kepada kakaknya yang juga sedang menonton televisi.
“Iya, adikku. Itu karena bukan kudanya yang bergerak, tapi tenaga kamulah yang menggoyang-goyangkan kuda ke depan dan ke belakang,” jawab sang kakak sekenanya.
Sambil tetap semangat dengan kuda tunggangan mainannya, sang anak masih bingung dengan jawaban si kakak.
**
Siapa pun kita, baik individu maupun organisasi, tentu menginginkan perubahan kepada yang lebih baik. Semua pun bergerak, ‘menunggangi’ kemampuan dan modal yang dimiliki.
Namun, adakalanya, semua energi yang dikeluarkan dan segala keletihan yang telah dirasakan, ternyata tidak memberikan hasil yang diinginkan. Alih-alih ingin mencapai ke suatu tempat yang diinginkan, bergeser ke depan pun tidak. Ia masih tetap berada di mana ia mulai.
Boleh jadi, benar apa yang disampaikan sang kakak kepada adiknya, bukan kudanya yang bergerak maju, tapi kitalah yang hanya menggoyangkan ‘kuda’ ke depan dan kemudian mundur lagi ke belakang. (muhammadnuh@eramuslim.com)
Ketika kuda mainan itu digerakkan ke depan dan ke belakang, si penunggang, khususnya anak-anak, akan merasakan seolah-olah seperti naik kuda sungguhan.“Asyik, aku naik kuda,” teriak sang anak sambil terus menggerakkan sang kuda mainan dengan kaki pijakannya.
Pandangan sang anak tertuju pada pesawat televisi di depannya yang sedang menayangkan kuda sungguhan yang sedang ditunggangi seseorang.
Sedemikian asyiknya, sang anak merasakan kalau dialah yang sedang menunggangi kuda sungguhan seperti yang ada di pesawat televisi itu. Tapi, rasa ingin tahunya pun muncul.
“Kak, kok lari kudanya di sini-sini aja?” tanya sang anak kepada kakaknya yang juga sedang menonton televisi.
“Iya, adikku. Itu karena bukan kudanya yang bergerak, tapi tenaga kamulah yang menggoyang-goyangkan kuda ke depan dan ke belakang,” jawab sang kakak sekenanya.
Sambil tetap semangat dengan kuda tunggangan mainannya, sang anak masih bingung dengan jawaban si kakak.
**
Siapa pun kita, baik individu maupun organisasi, tentu menginginkan perubahan kepada yang lebih baik. Semua pun bergerak, ‘menunggangi’ kemampuan dan modal yang dimiliki.
Namun, adakalanya, semua energi yang dikeluarkan dan segala keletihan yang telah dirasakan, ternyata tidak memberikan hasil yang diinginkan. Alih-alih ingin mencapai ke suatu tempat yang diinginkan, bergeser ke depan pun tidak. Ia masih tetap berada di mana ia mulai.
Boleh jadi, benar apa yang disampaikan sang kakak kepada adiknya, bukan kudanya yang bergerak maju, tapi kitalah yang hanya menggoyangkan ‘kuda’ ke depan dan kemudian mundur lagi ke belakang. (muhammadnuh@eramuslim.com)
Komentar
Posting Komentar