Kecerdasan Jiwa dan Kekhalifahan Manusia

Seluruh sistem kehidupan terdiri dari tiga komponen sistem, Alquran, manusia dan alam. Ketiga-tiganya telah diciptakan Allah dengan fungsi yang jelas dan hubungan yang harmonis. Manusia sebagai khalifah, bumi sebagai pendukung kekhalifahan dan Alquran sebagai pedoman kekhalifahan.

embriologi                      unsw.edu.auTugas kekhalifahan manusia, tidak diberikan dengan tangan kosong. Karena Allah telah melengkapi manusia dengan potensi kecerdasan yang lengkap. Ilmu pengetahuan modern menjelaskan adanya 4 potensi kecerdasan manusia (Covey, 2004): kecerdasan fisikal (body)), mental (mind), emosional (heart) dan spiritual (spirit).

Alquran menjelaskan keserdasan manusia itu lebih lengkap. Yaitu 7 dimensi: Jisim atau tubuh [QS Al Baqarah (2):247], aqal atau pikiran [QS Al An'am (6):32], lubb atau mental [QS Ali 'Imran (3):190], qolb atau emosi [QS Al Qashash (10);28], fu’ad atau ruhani [QS As Sajdah (32):9], nafs atau jiwa [QS Al Baqarah (2):48], dan Ruh [QS As Sajdah (32):9].

Maka tujuh dimensi kecerdasan manusia ini adalah potensi kecerdasan manusia yang lengkap untuk mendukung tugas kekhalifahannya. Yang kalau dikembangkan melalui proses pembelajaran yang fokus, bertahap dan berlanjut, akan menjadi sumber daya kekhalifahan yang sangat dahsyat. Karena itulah, belajar mengajar adalah suatu yang niscaya dalam kekhalifahan dan kehidupan manusia.

Keniscayaan belajar belajar inilah yang kita tangkap, sebagai hikmah, tatkala Alquran bercerita tentang tugas kekhalifahan manusia pertama (nabi Adam) yang belajar langsung dari Allah tentang nama-nama benda. Yang kemudian ia diperintahkan Allah untuk mengajarkan apa yang sudah ia pelajari kepada para malaikat [QS Al-Baqarah (2): 30-33].

Maka, lima upaya aktualisasi potensi kecerdasan kita sebagai khalifah melalui pembelajaran, adalah sebagai berikut.

Pertama, badan, atau jism merupakan wujud paling konkret dari kehidupan. Melalui latihan badan akan tumbuh menjadi kecerdasan fisikal (physical intelligence). Kecerdasan fisikal adalah kemampuan badan kita untuk tumbuh dengan sehat dan bugar, sehingga darinya lahir gairah hidup, sikap sportif dan disiplin.

Berbadan sehat hanya akan dicapai melalui cara hidup sehat dan seimbang. Yaitu menyeimbangkan antara makanan (diet), olah raga (execise) dan istirahat (rest). 

Kedua, pikiran, mental, otak, aqal atau lubb, adalah potensi manusia yang dapat berkembang menjadi kecerdasan mental (mental intelligence). Yaitu kemampuan berpikir untuk memahami dan memetakan kehidupan. Yaitu peta tentang apa yang ingin kita capai (vision), di mana posisi kita saat ini (current reality), dan bagaimana mengatasi kesenjangan (gap) antara keduanya ( life strategy). 

Al-Quran mengajarkan kemampuan merumuskan tujuan, strategi dan komitmen hidup untuk “menempuh kehidupan sesuai hidayah Allah guna menjadi Muslim yang bertaqwa” sebagai contoh menjalani kehidupan berdasarkan kecerdasan mental [QS AlBaqarah (2):1-5].

Ketiga, perasaan, emosi atau qolb adalah potensi manusia yang dapat berkembang menjadi kecerdasan emosional (emotional intelligence). Kecerdasan emosional adalah kemampuan menumbuhkan rasa gairah (passion) dan senang (joy) berkomunikasi dengan sesama. 

Alquran mengajarkan bahwa kualitas hablumminannas akan meningkat, bila komunikasi dilakukan dengan sejuk [QS Thaha (20):44], menyentuh [QS An Nisa (4):63], dan dengan substansi yang benar [QS An Nisa (4):9], dan baik [QS An Nisa (4):8]. 

Kempat, ruhani, spirit atau fu’ad adalah potensi manusia yang dapat berkembang menjadi kecerdasan spiritual (spiritual intelligence). Kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah, dengan mendengarkan suara hati.

Ruhani merupakan pancaran sifat Allah yang dianugerahkan pada setiap manusia, sejak Allah meniupkan Ruh-Nya saat manusia berada di rahim ibu. Dengan Ruh Allah itu kehidupan dimulai, dan dengannya pula, kecerdasan spiritual manusia bisa berkembang menjadi ruhani.

Alquran mengajarkan bahwa kualitas hablumminallah akan meningkat bila dilakukan dengan berdzikir dan bersyukur [QS Al-Fatihah (1):1-2], menegakan shalat dengan khusyu’ [QS Al-Baqarah (2):45], beramar ma’ruf dan nahi mungkar [QS Al 'Ankabut (29);45], dan berakhlak mulia [QS Shad (38):46].

Kelima, masing-masing dari empat kecerdasan ini, akan menjadi komponen struktur dalam bangunan kecerdasan jiwa manusia. Karena kecerdasan jiwa adalah hasil (emergence) dari interaksi kecerdasan fisikal, mental, emosional dan spiritual manusia. 

Maka, kecerdasan jiwa adalah kemampuan mendaki tangga-tangga kualitas jiwa, dari tangga pertama dengan kualitas jiwa terendah untuk mencapai tangga terakhir dengan kualitas jiwa tertinggi.

Alquran mengajarkan kita tentang adanya tujuh tangga kualitas jiwa manusia yang harus didaki sebagai berikut.

Pertama, Jiwa yang selalu mengajak pada kemungkaran (Al-nafs al-ammarah).

Kedua, Jiwa yang banyak menyesal (Al-nafs al-lawwamah).

Ketiga, Jiwa yang mengilhami sesama (A-nafs al-mulhimah).

Keempat, Jiwa yang tenteram (A-nafs al-mutmainnah).

Kelima, Jiwa yang redha (Al-nafs radhiyah). 

Keenam, Jiwa yang diredhai (Al-nafs al-mardhiyah), dan

Ketujuh, Jiwa yang sempurna (Al-nafs al-kamilah).

Maka, mari kita terus ber-Iman, ber-Ilmu dan ber-Amal, sehingga semua potensi kecerdasan kita menjadi aktual. Dengan demikian, insya Allah, kita dapat menapak tujuh tangga kecerdasan jiwa ini, satu demi satu. Semoga.

Allah a’lamu bishshawab.


(Penulis buku Paradigma Al-Fatihah)

Komentar

Postingan Populer