Menanti Hadirnya Robot dalam Pertempuran

Kebutuhan akan manusia dalam perang atau konflik bersenjata mungkin segera berakhir. Perangkat-perangkat keras militer di masa depan mungkin sudah mampu berpikir dan bertindak sendiri di dalam pertempuran.

Perangkat keras militer yang dimaksud adalah robot otonom yang tidak mengenal rasa takut dan belas kasih. Salah satu jenis robot otonom yang dikembangkan saat ini adalah UAV atau pesawat udara tanpa awak. Walapun belum sepenuhnya otonom, UAV-UAV saat ini bisa dikirimkan ke lokasi pertempuran hanya dengan diluncurkan dan diperintah oleh manusia dari pangkalan militer yang jauhnya ratusan atau bahkan ribuan kilometer.

Sejak UAV seperti Predator dipersenjatai untuk digunakan dalam Perang Irak dan Afghanistan pada awal 2000-an, senjata siluman ini telah memainkan peran kunci Barat dalam "Perang Melawan Teror." UAV Predator menemukan lokasi Osama bin Laden pada tahun 2011, dan juga UAV Predator lah yang melancarkan serangan rudal akhir tahun lalu yang menewaskan pemimpin Taliban Pakistan Hakimullah Mehsud. Sejak awal mereka digunakan, tercatat UAV sudah terbang di Afghanistan sebanyak 200.000 jam.

Operator UAV sudah tentu tidak turut bertempur secara fisik, mereka berada di lokasi yang aman, terkadang bahkan sang operator tidak berada di negara tempat terjadinya pertempuran. Operator membuat keputusan sesuai dengan situasi yang mereka lihat di layar komputer yang dikirimkan secara real time oleh UAV. Keberhasilan cara bertempur semacam ini membuat AS melatih lebih banyak personel untuk menerbangkan UAV ketimbang menerbangkan pesawat tempur sesungguhnya.

Hukum pertempuran atas UAV seperti Predator dan Reaper melanggar hukum pertempuran atau tidak masih dalam perdebatan. Dasar argumen penggunaan UAV-UAV ini adalah bahwa tindakan yang hanya dilihat dari jarak ribuan kilometer jauhnya melalui layar komputer bisa saja salah, yang tentunya memiliki konsekuensi yang berat. Yang pasti, UAV saat ini masih menggunakan tenaga manusia. Bagaimana di masa depan? Yang sudah meniadakan unsur manusia, tentunya akan lebih keras dan sadis. Senjata-senjata masa depan ini akan menemukan dan menyerang targetnya sendiri, total senjata ini akan berpikir secara otonom. Setelah dikirimkan atau diterbangkan, mereka akan berperang sendiri. Mungkin istilah yang tepat untuk menggambarkannya adalah "Tembak dulu, baru bertanya kemudian."

Apa yang akan dihadirkan senjata-senjata masa depan tersebut?
Tentu saja belum banyak yang bisa diketahui, karena sebagian besar teknologi senjata masa depan disimpan dengan rapat. Tapi tanpa disadari, Anda mungkin pernah "bersentuhan" dengan perangkat-perangkat militer masa depan. Masa?

Jika Anda memainkan game Call of Duty: Black Ops 2, Anda tentu akrab dengan senjata futuristik seperti Dragonfire quadrotors dan AGR (Autonomous Ground Robot). Teknologi ini sangat mungkin dibuat.

Satu lagi, Lodestar. Lodestar adalah multiplayer killstreak yang memungkinkan pemain mengontrol rudal yang ditembakkan dari sebuah pesawat terbang di atas peta. Nah, Lodestar akan menjadi bagian nyata dari peralatan militer ketika pada saatnya nanti Angkatan Udara AS mengutus UCAS X47-B terjun ke pertempuran sesungguhnya. X47-B saat ini sedang dalam fase uji demonstrasi dan uji coba. Ini adalah Unmanned Combat Air System yang mampu terbang tanpa kendali manusia, mirip dengan pesawat rekaan pada film Stealth tahun 2005.

Hubungan antara dunia virtual dan dunia nyata tidak berhenti hanya sampai disitu. Tom Clancy's Ghost Recon: Future Soldier juga menampilkan teknologi militer masa depan. Live-action trailer dari game tersebut menampilkan hal yang mirip dengan AGR dalam game Call of Duty, yang mampu menghancurkan target tanpa perlu interaksi dengan manusia.

Kembali ke realita
Teknologi semacam ini sedang dikembangkan, dan nantinya akan mampu membuat keputusan sendiri. Lihat saja Samsung dan G-NIUS yang telah mengembangkan versi awal kendaraan dan peralatan militer yang dapat beroperasi sendiri.

G-NIUS misalnya. Dinyatakan dalam laman resminya bahwa mereka adalah perusahaan sistem darat tak berawak terkemuka Israel. Mereka mengklaim teknologi mereka bisa memberikan solusi untuk hampir semua situasi pertahanan.

Salah satu kreasi terbarunya adalah Guardium MK.1. Guardium adalah kendaran robot bersenjata yang dikembangkan untuk ditempatkan di lokasi-lokasi perimeter tertutup seperti bandara, pembangkit energi dan perbatasan.

Jika Anda berpikir G-NIUS saja sudah menakutkan, maka SGR-1 Samsung mungkin akan menjadi mimpi terburuk seseorang. SGR-1 pada dasarnya hanyalah sebuah senjata penjagaan yang diciptakan untuk memantau zona demiliterisasi Korea (Korsel-Korut). Sensornya dapat mendeteksi wajah pada jarak lebih dari 3 kilometer dan mampu menembakkan senapan mesin atau peluncur granat, full otomatis tanpa campur tangan manusia. Teknologi ini juga digunakan oleh Israel untuk menjaga perbatasannya.

Hidup di bawah kontrol robot
Bayangkan sebuah dunia dimana robot mendominasi segalanya. Beberapa contoh bagus bisa kita ambil dari film I, Robot, walaupun memang robot pada film itu digunakan untuk keperluan sipil, bukan militer.

Tapi prinsipnya sangat mirip. Jika robot menggantikan tentara di medan perang, perang akan berubah menjadi permainan catur di mana sang jenderal akan memindahkan bangkai/potongan robot yang hancur di sekitar papan catur tanpa peduli atas apa yang telah terjadi.

Jika sang jenderal hanya memindahkan sepotong logam dari medan perang tanpa rasa peduli, ini bukanlah tujuan akhir dari kekuatan teknologi. Perang bukan lagi untuk membela sekelompok orang atau bangsa, akan berubah menjadi tentang siapa yang memiliki senjata terbesar dan terbaik. Tidak peduli untuk membasmi koruptor atau tidak, yang penting mereka bisa membuat senjata yang dahsyat.

Bayangkan bila robot militer sudah dijual di perdagangan senjata internasional. Tentu permintaan akan sangat besar. Mereka akan menjadi game-changer bagi negara-negara atau bagi pemberontak-pemberontak yang telah terlibat dalam perang sudara atau konflik bersenjata yang panjang.

Akhir 
Ada yang menilai bahwa robot-robot otonom yang sesungguhnya mungkin akan benar-benar muncul dalam 20-30 tahun ke depan. Di mana di masa itu prajurit tidak lagi dibutuhkan dalam pertempuran karena robot telah menggantikan mereka. Sebenarnya kesimpulan seperti itu berasal dari pikiran yang sempit. Meniadakan unsur manusia dalam persenjataan akan sangat berbahaya.

Komentar

Postingan Populer