Doa Menghilangkan Kesedihan
Untuk mengusir dan menghilangkan kesedihan dari diri kita, Rasulullah shallahu ‘alahi wassalam mengajarkan kepada kita doa :
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فَكُنْتُ أَخْدُمُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا نَزَلَ فَكُنْتُ أَسْمَعُهُ كَثِيرًا يَقُولُ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَالْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَالْبُخْلِ وَالْجُبْنِ وَضَلَعِ الدَّيْنِ وَغَلَبَةِ
“ Dari Anas bin Malik : Aku melayani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam saat beliau singgah dan aku selalu mendengar beliau banyak berdo’a: “Allahumma Inni A’uudzu Bika Minal ‘Ajzi Wal Kasali Wal Bukhli Wal Jubni Wa Dhal’i ad-Daini Wa Ghalabatir Rijaal” (Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari (sifat) gelisah, sedih, lemah, malas, kikir, pengecut, terlilit hutang dan dari kekuasaan “ ( HR Bukhari) Keterangan Hadist :
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan kepada kita untuk berlindung kepada Allah dari delapan perkara, setiap dua perkara saling berdekatan maknanya, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Qayim di dalam bukunya “ Badai’ al- Fawaid : 2/ 433 “ .
Pertama dan Kedua : al-Hamm dan al –Hazan
Al-Hamm ( Kegelisahan ) dan al-Hazan ( Kesedihan ) keduanya sama-sama membuat jiwa menjadi tidak tenang, dan tidak nyaman. Tidak seorangpun menginginkan jiwa gelisah dan sedih. Adapun perbedaan antara keduanya, bahwa al-Hamm adalah kegelisahan terhadap hal-hal yang mungkin akan terjadi di masa mendatang. Sedang al Hazan adalah kesedihan terhadap sesuatu yang telah terjadi atau kehilangan sesuatu yang dicintai.
Saya teringat dengan firman Allah subhanahu wa ta’ala yang menerangkan tentang dua sifat yang dimilki wali-wali Allah, yaitu tidak khawatir terhadap sesuatu yang mungkin terjadi di masa mendatang dan tidak boleh sedih dengan sesuatu yang sudah terjadi di masa lalu, Allah swt berfirman :
أَلا إِنَّ أَوْلِيَاء اللّهِ لاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ الَّذِينَ آمَنُواْ وَكَانُواْ يَتَّقُونَ
“ Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. “ ( Qs Yunus : 62-63 )
Seakan-akan hadist yang memerintahkan kita untuk berlindung dari dua hal : kegelisahan dan kesedihan di atas, telah menafsirkan ayat ini. Artinya bahwa salah satu cara untuk menjadi wali-wali Allah adalah selalu berdo’a dengan do’a ini agar tidak gelisah, khawatir dan sedih.
Ketiga dan keempat : Al-‘Ajz dan al-Kasal,
Al-‘Ajz ( lemah ) dan al-Kasal ( malas ) keduanya menjadi penyebab rasa tidak nyaman dalam jiwa, karena lemah dan malas akan menjadi penghalang seseorang untuk mendapatkan sesuatu yang dicintainya dan membahagiakandirinya. al-‘Ajzu ( lemah ) adalah tidak adanya kemampuan diri untuk mengerjakan sesuatu walau sebenarnya dia punya kemauan, sedangkan al-Kasal ( malas ) adalah tidak adanya kemauan untuk melakukan pekerjaan, walaupun sebenarnya dia mampu.
Kelima dan keenam : al-Jubnu dan al-Bukhlu
Al-Jubnu ( penakut ) dan al-bukhlu ( bakhil ) keduanya menunjukkan kecemasan dan kekhawatiran yang ada di dalam dirinya tentang nasib jiwa dan hartanya di masa mendatang, maka dia menjadi penakut dan bakhil. Pengecut khusus bagi orang yang takut jiwanya terancam, sedang bakhil khusus bagi orang yang takut hartanya habis.
Kedua sifat itu tentunya merupakan penyakit jiwa yang harus dihilangkan dari diri kita selain membahayakan akherat dan agamanya, juga membahayakan dunia dan kesehatannya.
Ketujuh dan Kedelapan : Ghalabat ad-Dain dan Qahru ar-Rijal.
Ghalabat ad-Dain ( Hutang yang melilit ) dan Qahru ar-Rijal ( Penguasaan orang ), dua hal yang sering melekat satu dengan yang lainnya. Bagaimana ? Ya, seseorang yang punya hutang banyak, sehingga hutangnya melilit diri dan kehidupannya, maka secara otomatis dia dibawah pengawasan dan kekuasaan orang yang menghutanginya.
Oleh karenanya, sering kita dapatkan seseorang yang mempunyai hutang yang sangat banyak kepada seseorang dan tidak sanggup membayarnya, dia rela mengerjakan apa saja yang diperintahkan oleh orang yang memberikan hutang kepadanya asal hutangnya lunas, bahkan kadang rela menjual dirinya dan kehormatannya demi untuk membayar hutang-hutangnya.Na’udzubillah min dzalik.
Di dalam hadist riwayat Aisyah radhiyallahu ‘anha disebutkan :
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَدْعُو فِي الصَّلَاةِ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَفِتْنَةِ الْمَمَاتِ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْمَأْثَمِ وَالْمَغْرَمِ
“ Dari ‘Aisyah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di dalam shalat membaca do’a: “ Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur dan aku berlindung kepada-Mu dari fitnah Al Masihid Dajjal, dan aku berlindung kepada-Mu dari fitnah kehidupan dan fitnah kematian. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan dosa dan hutang.” ( HR Bukhari dan Muslim )
Apa hubungan antara perbuatan dosa dan hutang, sehingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menggabungkan antara keduanya ? Ya, karena orang yang sering berhutang, biasanya dia akan berbuat dosa. Dia sering berjanji akan melunasi hutang tersebut pada tanggal sekian, tapi ketika ditagih, dia mangkir dan memberikan alas an-alasan. Inilah perbuatan dosa.
Begitu juga, seseorang yang berhutang sering kali berkata bohong. Ketika ditagih hutangnya, dia berusaha untuk mencari alasan-alasan yang kebanyakan dibuat-buat, padahal kenyataannya tidak seperti itu. Oleh karenanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menggabungkan antara kedua sifat itu, karena saling berdekatan dan saling terkait.
Di dalam hadits tersebut, ada seseorang berkata kepada beliau, “Kenapa tuan banyak meminta perlindungan dari hutang?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam menjawab :
إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا غَرِمَ حَدَّثَ فَكَذَبَ وَوَعَدَ فَأَخْلَفَ
“Sesungguhnya seseorang apabila berhutang dia akan cenderung berkata dusta dan berjanji lalu mengingkarinya.”
Kesimpulan :
Dari keterangan di atas, kita mengetahui bahwa delapan sifat di atas ( gelisah, sedih, lemah, malas, pengecut, bakhil, hutang yang melilit dan penguasaan orang ) adalah hal-hal yang membuat hidup kita tidak tenang dan hati kita tidak tentram. Semuanya itu akan menimbulkan berbagai macam penyakit dunia dan akherat. Oleh karenanya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kita untuk selau berdo’a kepada Allah meminta perlindungan kepada-Nya atas delapan hal di atas. Mudah-mudahan Allah menunjukkan kita kepada jalan-Nya dalam kehidupan ini. Amin.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فَكُنْتُ أَخْدُمُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا نَزَلَ فَكُنْتُ أَسْمَعُهُ كَثِيرًا يَقُولُ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَالْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَالْبُخْلِ وَالْجُبْنِ وَضَلَعِ الدَّيْنِ وَغَلَبَةِ
“ Dari Anas bin Malik : Aku melayani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam saat beliau singgah dan aku selalu mendengar beliau banyak berdo’a: “Allahumma Inni A’uudzu Bika Minal ‘Ajzi Wal Kasali Wal Bukhli Wal Jubni Wa Dhal’i ad-Daini Wa Ghalabatir Rijaal” (Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari (sifat) gelisah, sedih, lemah, malas, kikir, pengecut, terlilit hutang dan dari kekuasaan “ ( HR Bukhari) Keterangan Hadist :
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan kepada kita untuk berlindung kepada Allah dari delapan perkara, setiap dua perkara saling berdekatan maknanya, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Qayim di dalam bukunya “ Badai’ al- Fawaid : 2/ 433 “ .
Pertama dan Kedua : al-Hamm dan al –Hazan
Al-Hamm ( Kegelisahan ) dan al-Hazan ( Kesedihan ) keduanya sama-sama membuat jiwa menjadi tidak tenang, dan tidak nyaman. Tidak seorangpun menginginkan jiwa gelisah dan sedih. Adapun perbedaan antara keduanya, bahwa al-Hamm adalah kegelisahan terhadap hal-hal yang mungkin akan terjadi di masa mendatang. Sedang al Hazan adalah kesedihan terhadap sesuatu yang telah terjadi atau kehilangan sesuatu yang dicintai.
Saya teringat dengan firman Allah subhanahu wa ta’ala yang menerangkan tentang dua sifat yang dimilki wali-wali Allah, yaitu tidak khawatir terhadap sesuatu yang mungkin terjadi di masa mendatang dan tidak boleh sedih dengan sesuatu yang sudah terjadi di masa lalu, Allah swt berfirman :
أَلا إِنَّ أَوْلِيَاء اللّهِ لاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ الَّذِينَ آمَنُواْ وَكَانُواْ يَتَّقُونَ
“ Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. “ ( Qs Yunus : 62-63 )
Seakan-akan hadist yang memerintahkan kita untuk berlindung dari dua hal : kegelisahan dan kesedihan di atas, telah menafsirkan ayat ini. Artinya bahwa salah satu cara untuk menjadi wali-wali Allah adalah selalu berdo’a dengan do’a ini agar tidak gelisah, khawatir dan sedih.
Ketiga dan keempat : Al-‘Ajz dan al-Kasal,
Al-‘Ajz ( lemah ) dan al-Kasal ( malas ) keduanya menjadi penyebab rasa tidak nyaman dalam jiwa, karena lemah dan malas akan menjadi penghalang seseorang untuk mendapatkan sesuatu yang dicintainya dan membahagiakandirinya. al-‘Ajzu ( lemah ) adalah tidak adanya kemampuan diri untuk mengerjakan sesuatu walau sebenarnya dia punya kemauan, sedangkan al-Kasal ( malas ) adalah tidak adanya kemauan untuk melakukan pekerjaan, walaupun sebenarnya dia mampu.
Kelima dan keenam : al-Jubnu dan al-Bukhlu
Al-Jubnu ( penakut ) dan al-bukhlu ( bakhil ) keduanya menunjukkan kecemasan dan kekhawatiran yang ada di dalam dirinya tentang nasib jiwa dan hartanya di masa mendatang, maka dia menjadi penakut dan bakhil. Pengecut khusus bagi orang yang takut jiwanya terancam, sedang bakhil khusus bagi orang yang takut hartanya habis.
Kedua sifat itu tentunya merupakan penyakit jiwa yang harus dihilangkan dari diri kita selain membahayakan akherat dan agamanya, juga membahayakan dunia dan kesehatannya.
Ketujuh dan Kedelapan : Ghalabat ad-Dain dan Qahru ar-Rijal.
Ghalabat ad-Dain ( Hutang yang melilit ) dan Qahru ar-Rijal ( Penguasaan orang ), dua hal yang sering melekat satu dengan yang lainnya. Bagaimana ? Ya, seseorang yang punya hutang banyak, sehingga hutangnya melilit diri dan kehidupannya, maka secara otomatis dia dibawah pengawasan dan kekuasaan orang yang menghutanginya.
Oleh karenanya, sering kita dapatkan seseorang yang mempunyai hutang yang sangat banyak kepada seseorang dan tidak sanggup membayarnya, dia rela mengerjakan apa saja yang diperintahkan oleh orang yang memberikan hutang kepadanya asal hutangnya lunas, bahkan kadang rela menjual dirinya dan kehormatannya demi untuk membayar hutang-hutangnya.Na’udzubillah min dzalik.
Di dalam hadist riwayat Aisyah radhiyallahu ‘anha disebutkan :
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَدْعُو فِي الصَّلَاةِ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَفِتْنَةِ الْمَمَاتِ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْمَأْثَمِ وَالْمَغْرَمِ
“ Dari ‘Aisyah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di dalam shalat membaca do’a: “ Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur dan aku berlindung kepada-Mu dari fitnah Al Masihid Dajjal, dan aku berlindung kepada-Mu dari fitnah kehidupan dan fitnah kematian. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan dosa dan hutang.” ( HR Bukhari dan Muslim )
Apa hubungan antara perbuatan dosa dan hutang, sehingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menggabungkan antara keduanya ? Ya, karena orang yang sering berhutang, biasanya dia akan berbuat dosa. Dia sering berjanji akan melunasi hutang tersebut pada tanggal sekian, tapi ketika ditagih, dia mangkir dan memberikan alas an-alasan. Inilah perbuatan dosa.
Begitu juga, seseorang yang berhutang sering kali berkata bohong. Ketika ditagih hutangnya, dia berusaha untuk mencari alasan-alasan yang kebanyakan dibuat-buat, padahal kenyataannya tidak seperti itu. Oleh karenanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menggabungkan antara kedua sifat itu, karena saling berdekatan dan saling terkait.
Di dalam hadits tersebut, ada seseorang berkata kepada beliau, “Kenapa tuan banyak meminta perlindungan dari hutang?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam menjawab :
إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا غَرِمَ حَدَّثَ فَكَذَبَ وَوَعَدَ فَأَخْلَفَ
“Sesungguhnya seseorang apabila berhutang dia akan cenderung berkata dusta dan berjanji lalu mengingkarinya.”
Kesimpulan :
Dari keterangan di atas, kita mengetahui bahwa delapan sifat di atas ( gelisah, sedih, lemah, malas, pengecut, bakhil, hutang yang melilit dan penguasaan orang ) adalah hal-hal yang membuat hidup kita tidak tenang dan hati kita tidak tentram. Semuanya itu akan menimbulkan berbagai macam penyakit dunia dan akherat. Oleh karenanya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kita untuk selau berdo’a kepada Allah meminta perlindungan kepada-Nya atas delapan hal di atas. Mudah-mudahan Allah menunjukkan kita kepada jalan-Nya dalam kehidupan ini. Amin.
Dr Ahmad Zain/eramuslim
Komentar
Posting Komentar