Misteri Bentuk Kepala dari Peru
Elongated Skull
Tengkorak-tengkorak misterius tersebut dinamakan elongated skull atau tengkorak memanjang yang mulai dikenal luas ketika Robert Connolly mempublikasikan foto-foto yang diambilnya dari seluruh dunia.
Kebanyakan tengkorak seperti ini ditemukan di Peru di antara tengkorak-tengkorak suku Inca lainnya. Karena itu, tengkorak memanjang ini juga dikenal dengan sebutan Peruvian Skull atau Inca Skull.
Tengkorak serupa kemudian juga ditemukan di banyak negara lain di dunia, mulai dari Jerman, Perancis, Mesir, Afrika dan yang terbaru adalah di Siberia. Menariknya, di Mesir kita bisa menemukan relief pada bangunan-bangunan mereka yang menunjukkan adanya tokoh-tokoh yang memiliki bentuk kepala memanjang seperti ini. Salah satu contohnya adalah ratu Nefertiti yang termashyur. Lalu, konstruksi ulang yang dilakukan terhadap kepala raja Tutankhamon juga menemukan kalau raja ini memiliki bentuk kepala memanjang seperti Nefertiti.
Dari dulu, memang banyak yang percaya kalau bangsa Mesir telah membangun piramida dengan bantuan alien. Adanya relief ini semakin membuat banyak orang yang percaya kalau beberapa tokoh Mesir yang ternama adalah keturunan alien.
Salah satu contohnya adalah ratu Nefertiti yang termashyur. Lalu, konstruksi ulang yang dilakukan terhadap kepala raja Tutankhamon juga menemukan kalau raja ini memiliki bentuk kepala memanjang seperti Nefertiti.
Dari dulu, memang banyak yang percaya kalau bangsa Mesir telah membangun piramida dengan bantuan alien. Adanya relief ini semakin membuat banyak orang yang percaya kalau beberapa tokoh Mesir yang ternama adalah keturunan alien.
Relief yang menunjukkan ratu Nefertiti dengan topi besar
Raja Tutankhamon dengan kepala memanjang
Walaupun koleksi Peru adalah yang paling terkenal di dunia, namun tengkorak Peru yang diperkirakan berusia sekitar 1.000 tahun itu bukanlah tengkorak memanjang tertua yang pernah ditemukan.
Pada tahun 1982, para peneliti menemukan tengkorak yang diklaim sebagai milik manusia Neanderthal yang berasal dari tahun 45.000 SM di gua Shanidar di Irak. Ini membuat tengkorak gua Shanidar menjadi tengkorak memanjang tertua yang pernah ditemukan.
Karena karakteristiknya yang aneh, maka spekulasi pun berkembang mengenai asal-usulnya.
Lalu, benarkah tengkorak ini milik dari alien atau makhluk misterius lainnya?
Darimana asal Tengkorak ini?
Sebagian peneliti UFO percaya kalau tengkorak ini adalah milik alien atau manusia keturunan alien (alien hybrid). Tetapi, tentu saja teori ini tidak bisa dibuktikan karena argumen ini juga didasarkan pada teori lain (teori ancient astronout) yang juga belum terbukti.
Lalu, peneliti lain menyatakan kemungkinan kalau tengkorak itu adalah milik ras manusia tertentu yang memang memiliki karakteristik kepala seperti itu. Namun, masalahnya adalah tengkorak memanjang ternyata ditemukan tersebar luas di banyak tempat di dunia. Ini membuat teori ini menjadi semakin tidak mungkin karena penyebaran ras di masa lampau sangat terbatas. Lagipula, hingga hari ini, para peneliti belum bisa mengidentifikasi ras yang dimaksud.
Teori yang lain lagi menyatakan kalau tengkorak memanjang tersebut mungkin adalah hasil dari sebuah penyakit yang mengubah ukuran kepala. Ini cukup bisa diterima karena pada masa modern ini, penyakit seperti itu memang ada. Namanya Craniosynostosis.
Tulang tengkorak bayi tersusun atas beberapa lempeng tulang. Celah di antara lempeng ini disebut sutura. Pada bayi yang baru lahir, sutura ini masih lebar dan belum tertutup rapat.
Jika Sutura tersebut menutup secara prematur, otak bayi akan bertumbuh ke arah sutura yang masih terbuka. Dengan demikian, kepala anak akan mulai memanjang. Inilah yang disebut Craniosynostosis.
Namun teori ini juga dipersoalkan mengingat Craniosynostosis tidak bisa menghasilkan kepala dengan bentuk memanjang yang sempurna. Pada banyak tengkorak memanjang yang ditemukan, bentuknya cukup sempurna sehingga terlihat kalau kepala itu seperti dibentuk dengan sengaja.
Karena itu, sekarang kita akan melihat teori lainnya yang dianggap sebagai jawaban paling masuk akal mengenai asal-usul tengkorak ini.
Cranial Binding - Modifikasi bentuk kepala
Menurut teori ini, tengkorak memanjang tersebut dihasilkan dari modifikasi kepala yang memang sengaja dilakukan oleh suku-suku purba. Teknik modifikasi ini disebut Cranial Binding.
Praktek seperti ini cukup umum ditemukan di negara-negara Amerika Latin pada masa lampau. Namun mulai menghilang ketika para misionaris kristen masuk ke wilayah-wilayah itu.
Sebagai catatan, modifikasi tubuh bukanlah sesuatu yang aneh dalam tradisi suku-suku purba di seluruh dunia. Misalnya, kita mungkin mengetahui mengenai suku Karen di Burma yang menaruh banyak gelang besi di lehernya sehingga leher mereka menjadi lebih panjang. Lalu, praktek Foot Binding yang dilakukan pada perempuan Cina masa lampau yang membuat telapak kaki mereka menjadi lebih kecil dan lain-lain.
Mengenai Cranial Binding, kita bisa menemukan tradisi ini disinggung dalam banyak catatan-catatan kuno.
Cranial Binding di dalam sejarah
Hippocrates, pada tahun 400 SM, pernah menulis mengenai sebuah suku yang disebutnya suku Macrocepheles karena praktek mereka dalam memodifikasi bentuk kepala.
Lalu, Freidrich Ratzel dalam bukunya yang berjudul The History of Mankind yang terbit tahun 1896 juga melaporkan adanya tradisi modifikasi kepala di Tahiti, Samoa, Hawai dan New Hebrides.
Lalu, suku Huns di Jerman juga mempraktekkan tradisi ini yang kemudian juga diikuti oleh suku-suku lain yang ditaklukkannya. Praktek serupa juga dilakukan oleh suku Aborigin di Australia dan beberapa suku Indian Amerika seperti Chinookan dan Choctaw.
Jika kita tidak memasukkan tengkorak memanjang yang diklaim sebagai kepunyaan manusia Neanderthal, maka mungkin bangsa Mesir adalah bangsa yang paling awal melakukan modifikasi kepala, yaitu sejak tahun 3.000 SM. Ini menjelaskan adanya relief yang menunjukkan beberapa tokoh yang memiliki bentuk kepala memanjang.
Jadi, budaya ini cukup mendunia.
Proses Cranial Binding
Proses Cranial Binding dilakukan sejak seorang bayi baru lahir ke dunia. Umumnya, mereka akan menggunakan kulit, tali atau kain untuk mengikat kepala bayinya hingga beberapa tahun ke depan untuk mendapatkan bentuk yang diinginkan.
Modifikasi kepala yang dilakukan oleh suku-suku purba juga tidak hanya untuk menghasilkan bentuk kepala yang memanjang. Kadang, ada suku yang justru menginginkan bentuk kepala yang datar. Ini disebut Flattening Skull atau meratakan tengkorak kepala.
Mengapa Cranial Binding dilakukan?
Umumnya, modifikasi ini dilakukan sebagai tanda kecantikan dan penanda status. Di banyak suku, kepala yang memanjang mengindikasikan kalau ia adalah keturunan ningrat.
Selain itu, ada suku lain yang percaya kalau memanjangkan bentuk kepala dapat meningkatkan kecerdasan seseorang dan membuatnya lebih dekat kepada dunia roh. Kepercayaan ini salah satunya bisa ditemukan di suku di pulau Tomman, Vanuatu.
Lalu, apakah tradisi ini masih bisa ditemukan pada masa kini?
Jawabannya adalah: Tentu saja!
Walaupun Cranial Binding dengan teknik yang ekstrim telah lenyap sekitar 100 tahun yang lalu, namun praktek yang lebih moderat masih bisa ditemukan pada masa modern ini.
Cranial Binding di Masa Modern
Karena itu saya mengatakan kalau penjelasan ini lebih masuk akal karena kita masih bisa menemukan contoh-contohnya di masa modern ini.
Misalnya adalah suku Mangbetu di Kongo Utara dan suku Zande di Afrika Tengah. Dalam kasus suku Mangbetu, Modifikasi kepala dilakukan sebagai ekspresi kecantikan dan tanda kepintaran. Mereka melakukannya dengan mengikat kepala bayi mereka dengan tali. Lalu, ikatan itu akan dikencangkan setiap beberapa bulan sehingga menghasilkan bentuk kepala yang diinginkan.
Walaupun banyak contoh yang bisa kita lihat, sebagian peneliti masih ragu dengan teori modifikasi kepala. Menurut mereka modifikasi yang dilakukan tidak bisa menyamai besarnya tengkorak-tengkorak Peru yang ditemukan.
Namun, Beatrice Blackwood dan PM Danby yang sejak lama menyelidiki modifikasi kepala percaya kalau ukuran kepala yang dihasilkan bisa berbeda tergantung dengan metode yang digunakan. Ini bisa ditemukan pada praktek salah satu suku di Papua Nugini yang ternyata menggunakan beberapa metode yang berbeda untuk membentuk kepala.
Metode tertentu mungkin bisa menghasilkan ukuran kepala yang super ekstrem seperti pada tengkorak-tengkorak Peru.
Lalu, bukti lain yang menguatkan teori ini adalah fakta kalau tengkorak-tengkorak tersebut ditemukan di wilayah yang suku-sukunya diketahui memang mempraktekkan Cranial Binding, seperti Peru, Mesir dan Eropa.
Jadi, saya rasa penjelasan ini lebih masuk akal dibanding teori lainnya yang tidak didukung oleh bukti yang kuat.
Satu-satunya pertanyaan yang mungkin masih belum terjawab oleh para peneliti adalah mengapa praktek ini bisa dilakukan di banyak wilayah di dunia oleh suku-suku yang berbeda yang terpisah oleh wilayah Geografis yang cukup jauh?
Siapakah yang mengajarkan mereka untuk melakukannya?
Apakah mereka belajar dari orang yang sama?
Tengkorak-tengkorak misterius tersebut dinamakan elongated skull atau tengkorak memanjang yang mulai dikenal luas ketika Robert Connolly mempublikasikan foto-foto yang diambilnya dari seluruh dunia.
Kebanyakan tengkorak seperti ini ditemukan di Peru di antara tengkorak-tengkorak suku Inca lainnya. Karena itu, tengkorak memanjang ini juga dikenal dengan sebutan Peruvian Skull atau Inca Skull.
Tengkorak serupa kemudian juga ditemukan di banyak negara lain di dunia, mulai dari Jerman, Perancis, Mesir, Afrika dan yang terbaru adalah di Siberia. Menariknya, di Mesir kita bisa menemukan relief pada bangunan-bangunan mereka yang menunjukkan adanya tokoh-tokoh yang memiliki bentuk kepala memanjang seperti ini. Salah satu contohnya adalah ratu Nefertiti yang termashyur. Lalu, konstruksi ulang yang dilakukan terhadap kepala raja Tutankhamon juga menemukan kalau raja ini memiliki bentuk kepala memanjang seperti Nefertiti.
Dari dulu, memang banyak yang percaya kalau bangsa Mesir telah membangun piramida dengan bantuan alien. Adanya relief ini semakin membuat banyak orang yang percaya kalau beberapa tokoh Mesir yang ternama adalah keturunan alien.
Salah satu contohnya adalah ratu Nefertiti yang termashyur. Lalu, konstruksi ulang yang dilakukan terhadap kepala raja Tutankhamon juga menemukan kalau raja ini memiliki bentuk kepala memanjang seperti Nefertiti.
Dari dulu, memang banyak yang percaya kalau bangsa Mesir telah membangun piramida dengan bantuan alien. Adanya relief ini semakin membuat banyak orang yang percaya kalau beberapa tokoh Mesir yang ternama adalah keturunan alien.
Relief yang menunjukkan ratu Nefertiti dengan topi besar
Raja Tutankhamon dengan kepala memanjang
Walaupun koleksi Peru adalah yang paling terkenal di dunia, namun tengkorak Peru yang diperkirakan berusia sekitar 1.000 tahun itu bukanlah tengkorak memanjang tertua yang pernah ditemukan.
Pada tahun 1982, para peneliti menemukan tengkorak yang diklaim sebagai milik manusia Neanderthal yang berasal dari tahun 45.000 SM di gua Shanidar di Irak. Ini membuat tengkorak gua Shanidar menjadi tengkorak memanjang tertua yang pernah ditemukan.
Karena karakteristiknya yang aneh, maka spekulasi pun berkembang mengenai asal-usulnya.
Lalu, benarkah tengkorak ini milik dari alien atau makhluk misterius lainnya?
Darimana asal Tengkorak ini?
Sebagian peneliti UFO percaya kalau tengkorak ini adalah milik alien atau manusia keturunan alien (alien hybrid). Tetapi, tentu saja teori ini tidak bisa dibuktikan karena argumen ini juga didasarkan pada teori lain (teori ancient astronout) yang juga belum terbukti.
Lalu, peneliti lain menyatakan kemungkinan kalau tengkorak itu adalah milik ras manusia tertentu yang memang memiliki karakteristik kepala seperti itu. Namun, masalahnya adalah tengkorak memanjang ternyata ditemukan tersebar luas di banyak tempat di dunia. Ini membuat teori ini menjadi semakin tidak mungkin karena penyebaran ras di masa lampau sangat terbatas. Lagipula, hingga hari ini, para peneliti belum bisa mengidentifikasi ras yang dimaksud.
Teori yang lain lagi menyatakan kalau tengkorak memanjang tersebut mungkin adalah hasil dari sebuah penyakit yang mengubah ukuran kepala. Ini cukup bisa diterima karena pada masa modern ini, penyakit seperti itu memang ada. Namanya Craniosynostosis.
Tulang tengkorak bayi tersusun atas beberapa lempeng tulang. Celah di antara lempeng ini disebut sutura. Pada bayi yang baru lahir, sutura ini masih lebar dan belum tertutup rapat.
Jika Sutura tersebut menutup secara prematur, otak bayi akan bertumbuh ke arah sutura yang masih terbuka. Dengan demikian, kepala anak akan mulai memanjang. Inilah yang disebut Craniosynostosis.
Namun teori ini juga dipersoalkan mengingat Craniosynostosis tidak bisa menghasilkan kepala dengan bentuk memanjang yang sempurna. Pada banyak tengkorak memanjang yang ditemukan, bentuknya cukup sempurna sehingga terlihat kalau kepala itu seperti dibentuk dengan sengaja.
Karena itu, sekarang kita akan melihat teori lainnya yang dianggap sebagai jawaban paling masuk akal mengenai asal-usul tengkorak ini.
Cranial Binding - Modifikasi bentuk kepala
Menurut teori ini, tengkorak memanjang tersebut dihasilkan dari modifikasi kepala yang memang sengaja dilakukan oleh suku-suku purba. Teknik modifikasi ini disebut Cranial Binding.
Praktek seperti ini cukup umum ditemukan di negara-negara Amerika Latin pada masa lampau. Namun mulai menghilang ketika para misionaris kristen masuk ke wilayah-wilayah itu.
Sebagai catatan, modifikasi tubuh bukanlah sesuatu yang aneh dalam tradisi suku-suku purba di seluruh dunia. Misalnya, kita mungkin mengetahui mengenai suku Karen di Burma yang menaruh banyak gelang besi di lehernya sehingga leher mereka menjadi lebih panjang. Lalu, praktek Foot Binding yang dilakukan pada perempuan Cina masa lampau yang membuat telapak kaki mereka menjadi lebih kecil dan lain-lain.
Mengenai Cranial Binding, kita bisa menemukan tradisi ini disinggung dalam banyak catatan-catatan kuno.
Cranial Binding di dalam sejarah
Hippocrates, pada tahun 400 SM, pernah menulis mengenai sebuah suku yang disebutnya suku Macrocepheles karena praktek mereka dalam memodifikasi bentuk kepala.
Lalu, Freidrich Ratzel dalam bukunya yang berjudul The History of Mankind yang terbit tahun 1896 juga melaporkan adanya tradisi modifikasi kepala di Tahiti, Samoa, Hawai dan New Hebrides.
Lalu, suku Huns di Jerman juga mempraktekkan tradisi ini yang kemudian juga diikuti oleh suku-suku lain yang ditaklukkannya. Praktek serupa juga dilakukan oleh suku Aborigin di Australia dan beberapa suku Indian Amerika seperti Chinookan dan Choctaw.
Jika kita tidak memasukkan tengkorak memanjang yang diklaim sebagai kepunyaan manusia Neanderthal, maka mungkin bangsa Mesir adalah bangsa yang paling awal melakukan modifikasi kepala, yaitu sejak tahun 3.000 SM. Ini menjelaskan adanya relief yang menunjukkan beberapa tokoh yang memiliki bentuk kepala memanjang.
Jadi, budaya ini cukup mendunia.
Proses Cranial Binding
Proses Cranial Binding dilakukan sejak seorang bayi baru lahir ke dunia. Umumnya, mereka akan menggunakan kulit, tali atau kain untuk mengikat kepala bayinya hingga beberapa tahun ke depan untuk mendapatkan bentuk yang diinginkan.
Modifikasi kepala yang dilakukan oleh suku-suku purba juga tidak hanya untuk menghasilkan bentuk kepala yang memanjang. Kadang, ada suku yang justru menginginkan bentuk kepala yang datar. Ini disebut Flattening Skull atau meratakan tengkorak kepala.
Mengapa Cranial Binding dilakukan?
Umumnya, modifikasi ini dilakukan sebagai tanda kecantikan dan penanda status. Di banyak suku, kepala yang memanjang mengindikasikan kalau ia adalah keturunan ningrat.
Selain itu, ada suku lain yang percaya kalau memanjangkan bentuk kepala dapat meningkatkan kecerdasan seseorang dan membuatnya lebih dekat kepada dunia roh. Kepercayaan ini salah satunya bisa ditemukan di suku di pulau Tomman, Vanuatu.
Lalu, apakah tradisi ini masih bisa ditemukan pada masa kini?
Jawabannya adalah: Tentu saja!
Walaupun Cranial Binding dengan teknik yang ekstrim telah lenyap sekitar 100 tahun yang lalu, namun praktek yang lebih moderat masih bisa ditemukan pada masa modern ini.
Cranial Binding di Masa Modern
Karena itu saya mengatakan kalau penjelasan ini lebih masuk akal karena kita masih bisa menemukan contoh-contohnya di masa modern ini.
Misalnya adalah suku Mangbetu di Kongo Utara dan suku Zande di Afrika Tengah. Dalam kasus suku Mangbetu, Modifikasi kepala dilakukan sebagai ekspresi kecantikan dan tanda kepintaran. Mereka melakukannya dengan mengikat kepala bayi mereka dengan tali. Lalu, ikatan itu akan dikencangkan setiap beberapa bulan sehingga menghasilkan bentuk kepala yang diinginkan.
Walaupun banyak contoh yang bisa kita lihat, sebagian peneliti masih ragu dengan teori modifikasi kepala. Menurut mereka modifikasi yang dilakukan tidak bisa menyamai besarnya tengkorak-tengkorak Peru yang ditemukan.
Namun, Beatrice Blackwood dan PM Danby yang sejak lama menyelidiki modifikasi kepala percaya kalau ukuran kepala yang dihasilkan bisa berbeda tergantung dengan metode yang digunakan. Ini bisa ditemukan pada praktek salah satu suku di Papua Nugini yang ternyata menggunakan beberapa metode yang berbeda untuk membentuk kepala.
Metode tertentu mungkin bisa menghasilkan ukuran kepala yang super ekstrem seperti pada tengkorak-tengkorak Peru.
Lalu, bukti lain yang menguatkan teori ini adalah fakta kalau tengkorak-tengkorak tersebut ditemukan di wilayah yang suku-sukunya diketahui memang mempraktekkan Cranial Binding, seperti Peru, Mesir dan Eropa.
Jadi, saya rasa penjelasan ini lebih masuk akal dibanding teori lainnya yang tidak didukung oleh bukti yang kuat.
Satu-satunya pertanyaan yang mungkin masih belum terjawab oleh para peneliti adalah mengapa praktek ini bisa dilakukan di banyak wilayah di dunia oleh suku-suku yang berbeda yang terpisah oleh wilayah Geografis yang cukup jauh?
Siapakah yang mengajarkan mereka untuk melakukannya?
Apakah mereka belajar dari orang yang sama?
Komentar
Posting Komentar