Antisipasi Kebosanan Berumah Tangga

''Kebosanan semestinya bisa dicegah. Bila kedua belah pihak, kembali ke komitmen awal pernikahan serta saling menjaga hak dan kewajiban.''

Menjalani hidup berumah tangga, gampang-gampang susah. Ibarat mengarungi lautan luas. Terkadang tenang dan membahagiakan. Adakalanya, badai mengguncang keras. Nyaris meretakkan bahtera keluarga.

Tak sedikit yang lolos dari terpaan goncangan kencang tersebut. Dan, kapalpun karam lalu tenggelam. Menyisakan malapetaka bagi seluruh awaknya. Berumah tangga, butuh seni. Seni mengelola konflik dan menghadapi berbagai dinamika yang muncul di internal keluarga.

Kata orang, pernikahan terasa nikmat di enam bulan pertama. Selebihnya, godaan bosan pun mulai menghampiri kemudian menghantui. Entah menyerang isteri ataupun suami. Bosan dengan komunikasi yang monoton, dan bosan dengan pola interaksi yang terlanjur tercipta stagnan.

Membiarkan ‘penyakit’ itu berlarut-larut, sama halnya menyimpan bom waktu yang terpantik sumbunya. Tinggal menunggu waktu, meledaklah.Syekh Muhammad Shalih al-Munjid, dalam artikelnya yang berjudul huquuquz-zaujaini, mengatakan kebosanan semestinya bisa dicegah. Bila kedua belah pihak, kembali ke komitmen awal pernikahan serta saling menjaga terpenuhinya hak dan kewajiban masing-masing.

Ia menjelaskan di antara hak isteri ialah menerima nafkah yang laik dari suami. Ini meliputi sandang, papan, dan pangan. “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. (QS. ath-Thalaq [65]: 7).

Dan, isteri berhak atas perlakuan yang baik dari suami. Tidak mencela kekurangannya, berkata yang baik, tidak berlaku kasar, dan menghormati jerih payahnya mengurus urusan rumah tangga.

Kesalahan ataupun kekurangan sepele dari sang isteri, tak lantas mengubur segudang kelebihan yang dimilikinya. Berterimakasihlah kepada isteri. Caranya :“Dan bergaullah dengan mereka secara patut.” (QS. an-Nisaa’[4]: 19).

Sang isteri juga memiliki kewajiban terhadap sang suami, yaitu, taat dan memberikan pengabdian yang tulus. “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita).” (QS. an-Nisaa’ [4]: 34).

Ini misalnya dilakukan dengan tidak keluar rumah tanpa mengantongi izin suami, melayani kebutuhan suami dengan baik, termasuk tampil cantik di hadapan pendampingnya tersebut.

Syekh Shalih menguraikan ada beberapa cara untuk mengantisipasi kebosanan membina hubungan suami isteri. Paling mendasar ialah bangun pola berkomunikasi yang baik. Belajar menjadi pendengar yang baik.

Apapun persoalan yang muncul, segera dibicarakan. Sikap membisu dan diam yang terus-menerus, semakin mengendapkan masalah. Maksimalkan waktu yang ada untuk menciptakan suasana komunikatif tersebut. Bisa setelah shalat berjamaah, sembari makan bersama, atau ketika waktu berkumpul keluarga.

Beri kejutan. Berusaha memberikan sesuatu yang baru bagi suami. Apapun itu. Soal penampilan misalnya. Karena itulah, perlu manajemen waktu yang bagus dari seorang isteri. Isteri yang cerdas, akan sigap kapan harus memosisikan diri sebagai isteri, ibu, dan ‘sahabat’ bagi suaminya.

Dan, bumbuilah hubungan Anda dengan rasa cemburu. Tak perlu berlebihan. Cemburu yang proporsional adalah bentuk kepedulian dan rasa sayang bagi pasangan. “Intinya perkokoh keluarga dengan agama,” tulisnya. 
 
Oleh: Ustaz Nashih Nashrullah

Komentar

Postingan Populer