Nenek Moyang HIV


Scanning electron micrograph of HIV-1 (in green) budding from cultured lymphocyte. Multiple round bumps on cell surface represent sites of assembly and budding of virions. (illustration) en.wikipedia.org
Luc Montaigner boleh saja mengklaim dirinya sebagai penemu human immunodeficiency virus (HIV). Tapi, sejumlah pakar membuktikan, virus itu telah ada sejak jutaan tahun lampau.

Studi yang dipublikasikan di jurnal “Open Acces” oleh ilmuwan di Fred Huchinson Cancer Research Center menyebutkan, virus serupa HIV yang menyebabkan AIDS pada manusia telah menjangkiti primata di Afrika, kira-kira lima juta tahun lalu, bahkan mungkin 12 juta tahun.

Penemuan ini membuka kemungkinan bari para pakar virus untuk mempelajari sejarah evolusi virus, faktor-faktor yang memprovokasi evolusi, dan penyebarannya kepada manusia. Pandangan sebelumnya menyebutkan, lentiviruses—virus serupa HIV—telah ada puluhan ribu tahun lalu.


HIV-1 yang menjadi penyebab AIDS serupa dengan virus SIVcpz yang terdapat pada simpanse, gorila, beberapa jenis monyet lainnya. Virus menyusup ke tubuh manusia pada sepanjang paruh pertama abad ke-20.

Penelitian untuk menentukan usia virus sebelumnya dilakukan dengan membandingkan cetak biru genetik keduanya. Saat itulah para pakar mengambil simpulan bahwa usia virus masih sangat muda.

Michael Emerman PhD, virologist dan anggota Human Biology Division di Fred Huchinson Center Research Center dan Alex Compton—mahasiswa yang melakukan penelitian di Laboratorium Emerman—mengatakan, mereka menggunakan teknik tertentu untuk memperkirakan sejak kapan primata dan lentiviruses hidup berdampingan.

Keduanya melacak perubahan pada gen host immunity yang disebut APOBEC3G yang diinduksi oleh virus kuno. Faktor host immunity berkembang seiring dengan gen viral membela virus terhadap serangan APOBEC3G.

Dengan cara ini, keduanya menentukan usia minimum hubungan antara primata dan lentiviruses. Keduanya, sampai pada simpulan bahwa SIV telah ada di tubuh primata, sekitar lima atau enam juta tahun atau mungkin lebih lama lagi, yaitu 12 juta tahun.

Tidak hanya itu, keduanya juga meneliti jejak genetis virus serupa HIV pada simpanse, gorila, orang utan, dan monyet macaques juga perubahan di dalam gen serta evolusinya di dalam sistem kekebalan tubuh primata di Afrika. Penelitian ini juga menegaskan eksistensi virus yang diperkirakan telah tertanam di tubuh primata Afrika, antara lima, sampai 12 juta tahun silam.Temuan lainnya, virus serupa HIV pada monyet adalah keturunan patogen kuno yang membentuk sistem imunisasi untuk mengatasi infeksi. Tapi, perubahan selektif pada gen antivirus mendorong terjadinya evolusi senjata yang berlanjut sampai saat ini.

“Lebih 40 spesies primata di sub-Sahara Afrika terinfeksi virus serupa HIV,” ujar Emerman. “Beberapa virus berpotensi menginfeksi manusia. Adalah penting mengetahui asal-usul virus ini.”

Mungkin, yang paling menarik dari penelitian ini adalah sistem kekebalan tubuh primata, kerabat terdekat manusia, yang juga berevolusi untuk melawan infeksi virus serupa HIV.

Penelitian lain yang dilakukan sejumlah ilmuwan Universitas Oxford menyebutkan, retrovirus yang memunculkan HIV kali pertama berevolusi sekitar seratus juta tahun lalu atau 85 juta tahun lebih awal dari dugaan sebelumnya.

Sisa-sisa virus kuno serupa HIV saat ini, menurut Dr Aris Katzourakis dari Departemen Zoologi Universita Oxford, ditemukan dalam genom sloth berjari dua. Sloth adalah salah satu spesies beruang yang hidup di subbenua India.

“Karena sloth sangat geografis dan secara genetik mengisolasi genomnya, memberikan kita jendela untuk masuk ke mamalia masa lalu,” ujar Katzourakis. “Kita bisa mengetahui sistem kekebalah tubuh, tipe virus, dan bagaimana keduanya bersaing serta berevolusi.”

Peneliti juga menemukan bukti adanya virus berbusa, jenis retrovirus tertentu yang menyerupai lentivirus, serupa dengan HIV dan SIV. Virus ini adalah lawan retrovirus sederhana yang ditemukan di seluruh genom fosil.

Laporan ilmiah sebelumnya, lanjut Katzourakis, memperlihatkan bukti adanya virus serupa HIV dalam genom kelinci dan lemur. Tapi, penelitian terbaru menunjukkan, nenek moyang retrovirus, seperti HIV, mungkin telah ada sejak awal evolusi mamalia.

Katzourakis juga mengatakan, memahami bahwa pertempuran evolusi antara sistem virus dan sistem kekebalan tubuh mamalia akan mengarahkan para ilmuwan pada pendekatan baru untuk memerangi retrovirus, yaitu HIV. Ini juga dapat membantu ilmuwan menemukan virus lain yang bisa berjangkit dari manusia ke binatang, salah satunya flu babi atau H1N1 atau flu burung (H5N1).

Bukan SimpanseSebelumnya, pertengahan 2003, sebuah penelitian yang dilakukan Institute of Genetics at University of Nottingham menemukan bukti simpanse adalah primata yang menularkan virus serupa HIV kepada manusia. Namun, simpanse juga korban penularan dari primata lain.

Paul Sharp yang mengepalai penelitian itu memperlihatkan bukti bahwa monyet kepala merah mangabey (Cercocebus torquatus) dan monyet hidung besar (Cercopithecus nictitans) yang menjadi agen penyebar virus SIVs. Di tubuh simpanse, SIV bervolusi dan menjadi virus hibrida SIV.

Transmisi, Sharp berteori, terjadi lewat mulut. Simpanse memakan monyet kepala merah mangabey dan monyet hidung besar. Virus hibrida kemudian menyebar dari satu ke lain simpanse lewat perkawinan dan ditularkan ke manusia lewat perkawanan. Di tubuh manusia, virus berhibrid lagi menjadi HIV-1.

Studi juga memperlihatkan kesamaan mencolok antara infeksi SIV dari simpanse dan infeksi HIV pada manusia. Simpanse memperoleh virus dari dua sumber berbeda. Manusia terinfeksi oleh virus penyebab AIDS dari dua sumber berbeda, simpanse dan monyet mangabey.

“Akibat kesamaan antara simpanse dan manusia, setiap virus yang berhasil meyesuaikan diri menyebar dan selanjutnya melompat ke manusia. Bukan tidak mungkin HIV-1 terus menyesuaikan diri dengan sistem kekebalan tubuh manusia dan menjadi HIV-3,” demikian teori Sharp.

Penelitian ini juga menyoroti seberapa banyak virus terganas menular ke seluruh spesies. Sharp juga memperlihatkan, betapa lompatan virus dari hewan ke manusia terjadi sepanjang waktu. Penyakit seperti SARS dan monkeypox yang baru-baru ini ditemukan di AS kemungkinan berasal dari transmisi lintas spesies.

Michael Lai, pakar virus University of Southern California, Los Angeles, mengatakan, semua ini terjadi karena dua alasan. Pertama, saat ini deteksi virus lebih mudah berkat kemajuan teknologi kedokteran. Kedua, perjalanan internasional yang kian mudah membuat orang bisa membawa binatang dari satu tempat ke lain negara.Sejak 1999, banyak pakar telah mengidentifikasi nenek moyang HIV-1 adalah virus SIVcpz yang ditularkan simpanse ke manusia. Tapi, simpanse bukan pemilik asli virus itu. Para pakar juga kesulitan menemukan primata pemilik asli virus itu.

Terlebih, SIVs juga dibawa oleh hampir semua spesies monyet di Afrika. Simpanse hanya salah satunya dan diketahui terinfeksi secara alami.

Sejumlah pakar berkeyakinan, infeksi virus SIV pada simpanse relatif baru. Sedangkan, monyet lain jauh lebih lama mengalami penularan virus mematikan ini.

Studi ini memperlihatkan strain SIVcpz muncul kali pertama di tubuh simpanse melalui penularan ulang dan rekombinasi SIVs dari monyet kepala merah mangabey dan monyet hidung besar. Untuk memenuhi kebutuhan protein, simpanse menjadikan kedua primata itu sebagai buruan.

Di belahan barat dan tengah Afrika, pemburu sering menemukan simpanse melahap bangkai monyet kepala merah mangabey dan monyet hidung besar. Seekor simpanse berulang kali memangsa kedua primata keluarganya itu.

Suku-suku pedalaman Afrika menjadikan simpanse sebagai sumber protein. Mereka membantai monyet cerdas itu dan memakan dagingnya. Konsumsi daging monyet yang berulang-ulang menyebabkan tubuh manusia terus menerus tertular virus.

Tubuh manusia tidak hanya memperoleh satu, tapi dua virus yang berbeda akibat silang transmisi antarspesies.

Frederic Bibollet-Ruche, seorang peneliti Prancis, yakin penularan SIV dari simpanse ke manusia terjadi sebelum 1930. Dia juga yakin, monyet dan simpanse membawa strain SIV yang berbeda yang bisa masuk ke tubuh manusia dan menciptakan epidemi baru di muka bumi. "Spesies primata memperoleh virus dalam kondisi alamiah," ujar Bibolet-Ruche.

Penelitian sebelumnya mengungkapkan, SIV tidak menimbulkan penyakit pada simpanse dan monyet. Artinya, kedua primata itu tidak mengenal AIDS. Pun, tidak ada bukti monyet-monyet di Afrika mati akibat kehilangan sistem kekebalan tubuh.

Oleh Teguh Setiawan/Wartawan Senior Harian Republika

Komentar

Postingan Populer