25-2-1986: Jungkalkan Rezim Marcos, Cory Aquino Pimpin Filipina
Pejuang demokrasi Corazon "Cory" Aquino dilantik menjadi presiden Filipina. Cory sekaligus mengakhiri kediktatoran Ferdinand Marcos, yang digulingkan melalui Revolusi Rakyat pimpinan Cory pada Februari 1986.
(REUTERS/Enrique Castro-Mendivil/File)
(REUTERS/Enrique Castro-Mendivil/File)
Marcos, yang memerintah sejak 1965, bersama istrinya kabur ke pangkalan militer Amerika Serikat (AS) di Filipina, Clark, untuk kemudian diasingkan ke Hawaii. Dia meninggal dunia di sana, 28 September 1989, pada usia 72 tahun.Menurut stasiun berita BBC, hingga saat terakhir kekuasaannya, Marcos terus menggunakan berbagai macam cara untuk mempertahankan jabatan.
Beberapa minggu sebelum disingkirkan, Marcos mengamandemen konstitusi tahun 1973, memberlakukan keadaan darurat, serta mengambil alih sejumlah media cetak dan elektronik Filipina.
Namun usahanya untuk terus berkuasa gagal setelah Amerika Serikat mengalihkan dukungannya kepada Cory Aquino, yang ternyata mampu bersaing ketat dengan Marcos pada pemilihan presiden Februari 1986. Bersamaan dengan itu, Aquino mampu menggalang "Kekuatan Rakyat" dengan memobilisasi warga yang sudah tidak tahan dengan kesewenang-wenangan rezim Marcos. Mereka tidak lelah berhari-hari menggelar demonstrasi di jalanan dan jadi semakin kuat setelah mendapat dukungan moral dari Uskup Agung Manila yang kharismatik, Kardinal Jaime Sin. Kejatuhan Marcos semakin tidak terelakkan setelah Menteri Pertahanan Juan Ponce Enrile dan Kepala Staf Angkatan Bersenjata Fidel Ramos, berbalik mendukung Aquino.
Cory Aquino adalah janda mendiang Benigno Aquino, tokoh oposisi Filipina yang ditembak mati di bandara Manila sepulang dari pengasingan pada 21 Agustus 1983. Rezim Marcos dicurigai berada di balik penembakan itu. Semenjak insiden tersebut, kondisi politik Filipina terus bergolak yang mencapai klimaks dengan tumbangnya rezim Marcos pada bulan Februari 1986.
Setelah menjabat selama enam tahun, pada tahun 1992 Presiden Cory Aquino menolak memperpanjang masa jabatannya. Ia kemudian digantikan sekutu dekatnya, Fidel Ramos, yang memegang tampuk presiden Filipina hingga tahun 1998.
Setelah tidak menjabat presiden, Aquino masih terus aktif mengikuti perkembangan politik negaranya. Pada tahun 2001, Cory ikut turun ke jalan menuntut mundurnya presiden Filipina saat itu, Joseph Estrada, yang bermasalah dengan kasus korupsi.
Pada tahun-tahun berikut, Cory praktis tidak mau lagi berurusan dengan politik. Dia lebih antusias dengan kegiatan-kegiatan sosial.
Namun, bersamaan dengan itu kondisi kesehatan Cory menurun. Pada 1 Agustus 2009, pelopor pemerintahan demokratik di Filipina itu akhirnya meninggal pada usia 76 tahun setelah menderita kanker usus besar.
Cory tidak bisa menyaksikan putranya berhasil mengikuti jejak dia menjadi pemimpin. Beberapa bulan setelah Cory wafat, atau pada 30 Juni 2010, putranya bernama Beniqno "Noynoy" Aquino III dilantik menjadi presiden Filipina.
Beberapa minggu sebelum disingkirkan, Marcos mengamandemen konstitusi tahun 1973, memberlakukan keadaan darurat, serta mengambil alih sejumlah media cetak dan elektronik Filipina.
Namun usahanya untuk terus berkuasa gagal setelah Amerika Serikat mengalihkan dukungannya kepada Cory Aquino, yang ternyata mampu bersaing ketat dengan Marcos pada pemilihan presiden Februari 1986. Bersamaan dengan itu, Aquino mampu menggalang "Kekuatan Rakyat" dengan memobilisasi warga yang sudah tidak tahan dengan kesewenang-wenangan rezim Marcos. Mereka tidak lelah berhari-hari menggelar demonstrasi di jalanan dan jadi semakin kuat setelah mendapat dukungan moral dari Uskup Agung Manila yang kharismatik, Kardinal Jaime Sin. Kejatuhan Marcos semakin tidak terelakkan setelah Menteri Pertahanan Juan Ponce Enrile dan Kepala Staf Angkatan Bersenjata Fidel Ramos, berbalik mendukung Aquino.
Cory Aquino adalah janda mendiang Benigno Aquino, tokoh oposisi Filipina yang ditembak mati di bandara Manila sepulang dari pengasingan pada 21 Agustus 1983. Rezim Marcos dicurigai berada di balik penembakan itu. Semenjak insiden tersebut, kondisi politik Filipina terus bergolak yang mencapai klimaks dengan tumbangnya rezim Marcos pada bulan Februari 1986.
Setelah menjabat selama enam tahun, pada tahun 1992 Presiden Cory Aquino menolak memperpanjang masa jabatannya. Ia kemudian digantikan sekutu dekatnya, Fidel Ramos, yang memegang tampuk presiden Filipina hingga tahun 1998.
Setelah tidak menjabat presiden, Aquino masih terus aktif mengikuti perkembangan politik negaranya. Pada tahun 2001, Cory ikut turun ke jalan menuntut mundurnya presiden Filipina saat itu, Joseph Estrada, yang bermasalah dengan kasus korupsi.
Pada tahun-tahun berikut, Cory praktis tidak mau lagi berurusan dengan politik. Dia lebih antusias dengan kegiatan-kegiatan sosial.
Namun, bersamaan dengan itu kondisi kesehatan Cory menurun. Pada 1 Agustus 2009, pelopor pemerintahan demokratik di Filipina itu akhirnya meninggal pada usia 76 tahun setelah menderita kanker usus besar.
Cory tidak bisa menyaksikan putranya berhasil mengikuti jejak dia menjadi pemimpin. Beberapa bulan setelah Cory wafat, atau pada 30 Juni 2010, putranya bernama Beniqno "Noynoy" Aquino III dilantik menjadi presiden Filipina.
Komentar
Posting Komentar