Terjebak Gua, Tiga Lelaki Ditolong Amal Saleh
panoramio.com
Alkisah, dimasa lalu jauh sebelum Islam lahir, terdapat tiga orang mukmin yang pribadinya amat saleh.
Mereka berasal dari golongan Bani Israil yang amat patuh dan taat pada perintah Allah. Mereka menjauhi larangan-Nya dan takut akan azab. Mereka mementingkan keridhaan Allah ketimbang kenikmatan dunia.
Suatu hari, tiga orang saleh tersebut melakukan perjalanan. Hingga di tengah perjalanan, ketiganya didera hujan deras. Mereka pun kemudian berlari dan berlindung ke sebuah gua di kaki gunung.
Saat ketiganya telah berada di dalam gua, tiba-tiba sebuah batu besar jatuh dan menutup pintu gua. Paniklah ketiganya. Batu tersebut amat besar nan berat hingga sulit dipindahkan. Mereka tak akan mampu keluar kecuali dengan pertolongan Allah. Berkatalah salah seorang diantara mereka, "Pikirkanlah amalan saleh yang pernah kalian kerjakan karena Allah, kemudian berdoalah kepada Allah dengan amalan saleh tersebut. Mudah-mudahan Allah menyingkirkan batu itu dari kita," ujarnya kepada dua temannya.
Maka mulailah mereka berpikir amalan kebajikan apa yang pernah mereka lakukan dengan niat tulus kepada Allah. Ketiganya pun mengingat-ingat hingga menemukannya. Segeralah mereka bertawassul dengan amalan mereka. Mereka menjadikan amalan sebagai perantara dikabulkannya doa.
msm.cam.ac.uk
Orang saleh pertama pun bertawassul dengan amalan baktinya pada orang tua. Ia merupakan seorang pengembala miskin yang berkewajiban menafkahi keluarga..
Setiap pulang mengembala, ia memerah susu untuk diberikan pada keluarganya tersebut. Dia memberikan susu kepada kedua orang tuanya, baru kemudian anak dan istrinya.
Suatu hari, ternak si pengembala berlari jauh dari tempat merumput biasa. Akibatnya, ia pulang ke rumah setelah matahari terbenam. Seperti biasa, ia memeras susu dari ternaknya. Namun ketika tiba di rumah, orang tuanya telah tertidur lelap.
Bukan memberikan kepada anaknya, si pengembala justru menunggu orang tuanya terbangun. Ia menunggu disisi keduanya sementara anak-anaknya menangis meminta susu tersebut karena lapar. "Aku tidak suka memberi minum anak-anakku sebelum kedua orangtuaku meminumnya," ujar si pengembala.
"Seperti itulah kondisiku dan anak-anakku hingga terbit fajar. Ya Allah, jika engkau tahu bahwa aku melakukannya karena Engkau, karena mengharap wajahMu. Maka bukakanlah dari batu ini satu celah untuk kami agar dapat melihat langit," pintanya kepada Allah.
Tuhan pun mengabulkan doanya dan membuat batu yang menutup rapat pintu goa agar terbuka sebuah celah.
Giliran orang kedua. Ia pun memanjatkan kedua tangannya seraya berkata, "Sesungguhnya aku memiliki sepupu wanita yang amat aku cintai. Aku mencintainya layaknya pria mencintai seorang wanita,"ujar pria itu.
Si lelaki pun memintanya melayani, namun ia menolak. Dia mengumpulkan uang seratus dinar dengan susah payah untuk gadis itu. Namun setelah berada dihadapannya (untuk bermaksiat), gadis itu berkata, 'Wahai hamba Allah, bertakwalah kepada Allah. Jangan kau buka tutup (renggut keperawananku) kecuali dengan haknya'.
Mendengar itu, si lelaki segera bangkit meninggalkannya. Ya Allah, kalau Engkau tahu aku melakukannya karenaMu, karena mengharap wajahMu, karena takut siksaMu, maka bukakanlah untuk kami satu celah dari batu ini," pintanya. Maka makin terbukalah celah batu tersebut dari mulut goa.
Tibalah giliran pria terakhir. Ia bertawassul dengan perbuatannya yang mendahulukan hak orang lain. Ia berhati-hati mengambil harta orang lain tanpa hak.
Suatu hari, ia pernah menyewa seorang buruh dengan upah seharga satu faraq beras atau sekitar 30 kilogram. Namun setelah bekerja, si buruh tak mengambil upahnya. Maka pria shalih si majikan itu pun mengembangkan harta tersebut hingga ia mampu membeli ternak sapi dari upah yang dijadikan modal tersebut.
Lalu datanglah si buruh meminta haknya. Namun upah tersebut sudah berkembang menjadi harta yang lebih banyak. Lalu apa yang terjadi? si majikan justru memberikan seluruh harta yang dikembangkan dari upah tersebut.
Padahal, dia yang mengembangkan harta itu, dan hak si buruh hanyalah hak awal seharga satu faraq beras. Namun si majikan merupakan pria shalih yang sangat berhati-hati akan hak orang lain, terutama harta.
"Aku berikan pada buruh semua harta yang aku kembangkan. Jikalau aku mau, tentu tidak aku berikan kepadanya kecuali upahnya saja. Akhirnya dia (si buruh) membawa sapi dan pengembalanya lalu pergi. Kalau Engkau tahu bahwa aku melakukannya karena Engkau, karena mengharap wajahMu, karena mengharap rahmatMu, maka bukakanlah untuk kami apa yang tersisa dari batu itu," pinta si pria ketiga sang majikan yang murah hati tersebut.
Maka Allah pun membukakan seluruh bagian batu penutup pintu goa. Mulut goa pun kini dapat dilalui ketiganya. Para hamba Allah yang shalih itu pun keluar dengan wajah gembira dan penuh syukur.
Kisah tiga pria saleh tersebut dikisahkan hadits Rasulullah dari shahabat ‘Abdullah bin ‘Umar dengan riwayat muttafaqun 'alaih. Isi hadits kurang lebih seperti yang dikisahkan diatas.
Alkisah, dimasa lalu jauh sebelum Islam lahir, terdapat tiga orang mukmin yang pribadinya amat saleh.
Mereka berasal dari golongan Bani Israil yang amat patuh dan taat pada perintah Allah. Mereka menjauhi larangan-Nya dan takut akan azab. Mereka mementingkan keridhaan Allah ketimbang kenikmatan dunia.
Suatu hari, tiga orang saleh tersebut melakukan perjalanan. Hingga di tengah perjalanan, ketiganya didera hujan deras. Mereka pun kemudian berlari dan berlindung ke sebuah gua di kaki gunung.
Saat ketiganya telah berada di dalam gua, tiba-tiba sebuah batu besar jatuh dan menutup pintu gua. Paniklah ketiganya. Batu tersebut amat besar nan berat hingga sulit dipindahkan. Mereka tak akan mampu keluar kecuali dengan pertolongan Allah. Berkatalah salah seorang diantara mereka, "Pikirkanlah amalan saleh yang pernah kalian kerjakan karena Allah, kemudian berdoalah kepada Allah dengan amalan saleh tersebut. Mudah-mudahan Allah menyingkirkan batu itu dari kita," ujarnya kepada dua temannya.
Maka mulailah mereka berpikir amalan kebajikan apa yang pernah mereka lakukan dengan niat tulus kepada Allah. Ketiganya pun mengingat-ingat hingga menemukannya. Segeralah mereka bertawassul dengan amalan mereka. Mereka menjadikan amalan sebagai perantara dikabulkannya doa.
msm.cam.ac.uk
Orang saleh pertama pun bertawassul dengan amalan baktinya pada orang tua. Ia merupakan seorang pengembala miskin yang berkewajiban menafkahi keluarga..
Setiap pulang mengembala, ia memerah susu untuk diberikan pada keluarganya tersebut. Dia memberikan susu kepada kedua orang tuanya, baru kemudian anak dan istrinya.
Suatu hari, ternak si pengembala berlari jauh dari tempat merumput biasa. Akibatnya, ia pulang ke rumah setelah matahari terbenam. Seperti biasa, ia memeras susu dari ternaknya. Namun ketika tiba di rumah, orang tuanya telah tertidur lelap.
Bukan memberikan kepada anaknya, si pengembala justru menunggu orang tuanya terbangun. Ia menunggu disisi keduanya sementara anak-anaknya menangis meminta susu tersebut karena lapar. "Aku tidak suka memberi minum anak-anakku sebelum kedua orangtuaku meminumnya," ujar si pengembala.
"Seperti itulah kondisiku dan anak-anakku hingga terbit fajar. Ya Allah, jika engkau tahu bahwa aku melakukannya karena Engkau, karena mengharap wajahMu. Maka bukakanlah dari batu ini satu celah untuk kami agar dapat melihat langit," pintanya kepada Allah.
Tuhan pun mengabulkan doanya dan membuat batu yang menutup rapat pintu goa agar terbuka sebuah celah.
Giliran orang kedua. Ia pun memanjatkan kedua tangannya seraya berkata, "Sesungguhnya aku memiliki sepupu wanita yang amat aku cintai. Aku mencintainya layaknya pria mencintai seorang wanita,"ujar pria itu.
Si lelaki pun memintanya melayani, namun ia menolak. Dia mengumpulkan uang seratus dinar dengan susah payah untuk gadis itu. Namun setelah berada dihadapannya (untuk bermaksiat), gadis itu berkata, 'Wahai hamba Allah, bertakwalah kepada Allah. Jangan kau buka tutup (renggut keperawananku) kecuali dengan haknya'.
Mendengar itu, si lelaki segera bangkit meninggalkannya. Ya Allah, kalau Engkau tahu aku melakukannya karenaMu, karena mengharap wajahMu, karena takut siksaMu, maka bukakanlah untuk kami satu celah dari batu ini," pintanya. Maka makin terbukalah celah batu tersebut dari mulut goa.
Tibalah giliran pria terakhir. Ia bertawassul dengan perbuatannya yang mendahulukan hak orang lain. Ia berhati-hati mengambil harta orang lain tanpa hak.
Suatu hari, ia pernah menyewa seorang buruh dengan upah seharga satu faraq beras atau sekitar 30 kilogram. Namun setelah bekerja, si buruh tak mengambil upahnya. Maka pria shalih si majikan itu pun mengembangkan harta tersebut hingga ia mampu membeli ternak sapi dari upah yang dijadikan modal tersebut.
Lalu datanglah si buruh meminta haknya. Namun upah tersebut sudah berkembang menjadi harta yang lebih banyak. Lalu apa yang terjadi? si majikan justru memberikan seluruh harta yang dikembangkan dari upah tersebut.
Padahal, dia yang mengembangkan harta itu, dan hak si buruh hanyalah hak awal seharga satu faraq beras. Namun si majikan merupakan pria shalih yang sangat berhati-hati akan hak orang lain, terutama harta.
"Aku berikan pada buruh semua harta yang aku kembangkan. Jikalau aku mau, tentu tidak aku berikan kepadanya kecuali upahnya saja. Akhirnya dia (si buruh) membawa sapi dan pengembalanya lalu pergi. Kalau Engkau tahu bahwa aku melakukannya karena Engkau, karena mengharap wajahMu, karena mengharap rahmatMu, maka bukakanlah untuk kami apa yang tersisa dari batu itu," pinta si pria ketiga sang majikan yang murah hati tersebut.
Maka Allah pun membukakan seluruh bagian batu penutup pintu goa. Mulut goa pun kini dapat dilalui ketiganya. Para hamba Allah yang shalih itu pun keluar dengan wajah gembira dan penuh syukur.
Kisah tiga pria saleh tersebut dikisahkan hadits Rasulullah dari shahabat ‘Abdullah bin ‘Umar dengan riwayat muttafaqun 'alaih. Isi hadits kurang lebih seperti yang dikisahkan diatas.
Komentar
Posting Komentar