Memahami Peta Konflik Afrika, Kenapa Kenya Diserang?
Balas campur tangan militer Kenya di Somali, kelompok Al Shabab menyerang sebuah mall di Nairobi Kenya.
Kelompok al Shabab mengaku bertanggung jawab atas serangan ini. Serangan ini menurut jurubicara al Shabab merupakan balasan atas campur tangan militer Kenya di Somalia. Ditegaskan pula,Kenya harus keluar dari Somali atau terus menghadapi serangan.
Menurut Palang Merang Kenya, jumlah korban yang tewas mencapai 68 orang, setelah ditemukannya sembilan mayat lagi pada hari minggu (22/9), lebih dari 175 orang terluka. Menurut pejabat Kenya serangan itu dilakukan lebih dari 10 sampai 15 orang bersenjata.
Menurut saksi mata, orang-orang bersenjata menggunakan topeng melemparkan granat tangan di dalam Westget Mall yang sedang dipenuhi pengunjung. Westget Mall diperkirakan merupakan supermarket milik Israel yang sering dikunjungi orang-orang asing. Disebut-sebut pasukan Israel terlibat dalam pertempuran di Westget Mall melawan kelompok bersenjata.
Buah Intervensi Asing
Berbagai krisis yang terjadi di Afrika saat ini tidak bisa dilepaskan dari intervensi negara-negara Barat mengokohkan penjajahan mereka. Tentara Kenya masuk ke Somalia dua tahun lalu, untuk memperkuat penguasa Somalia yang didukung Barat menghadapi pasukan as Shabab. Di samping Kenya, Amerika juga menggunakan pasukan Ethopia untuk memerangi as Shabab. Negara-negara Afrika yang bergabung dalam Uni Afrika kerap kali dijadikan Amerika sebagai alat politik.
Wilayah Tanduk Afrika (yang meliputi Somalia, Djibouti, Eritrea, dan Ethiopia) telah menderita dan mengalami kekacauan sepanjang sejarah sebagai akibat intervensi asing. Pada tahun 1884, Eropa melakukan invasi , pendudukan dan aneksasi di Afrika.
Perancis, Inggris, Italia saling berebut di wilayah yang kini dikenal sebagai Somalia. Selama 40 tahun , Inggris mengendalikan Somalia Utara mengingat akses ke Laut Merah. Italia menguasai Somalia Selatan, sementara Djibouti dikuasai Perancis. Kedua wilayah Inggris dan Italia kemudian mendapatkan kemerdekaan pada tahun 1960 dan membentuk negara ‘merdeka’ Somalia.
Presiden Somalia dibunuh dalam kudeta militer tahun 1969 dan digantikan Muhammad Siad Barre. Barre kemudian mendirikan Dewan Agung Revolusi sebagai satu-satunya partai politik di Somalia. Pada tahun 1991, Barre digulingkan dari kekuasaan. Sejak saat itu terjadi perebutan kekuasaan antara panglima perang suku-suku (klan) di Somalia.
Alasan ketidakstabilaan ini digunakan Amerika untuk melakukan intervensi dengan menyebar sekitara 30 ribu pasukan di Somalia. Misi ini gagal yang berakhir dengan penarikan pasukan Amerika dari kawasan itu secara memalukan.
Setelah terlibat dalam kekacuan dan konflik selama bertahun-tahun, Somalia mulai menikmati stabilitas diparuh kedua tahun 2006, ketika Dewan Pengadilan Islam (UIC) mengambil alih Mogadishu dan menguasai wilayah bagian selatan. Setelah bertahun-tahun hidup tanpa hukum, UIC menerapkan hukum-hukum Islam yang menimbulkan kestabilan.
Hal ini sangat mengkawatirkan Amerika. Negara itu kemudian mengunakan proxy-nya ,negara Ethopia untuk menyerang dan menghapuskan pengadilan Islam. Akibatnya lebih dari 1 juta harus menjadi pengungsi dan menimbulkan pertempuran yang panjang.
Sejak gagal melakukan intervensi militer langsung, AS memutuskan menggunakan pendekatan diplomasi dengan negosiasi licik. AS berusaha mendamaikan pemerintahan Abdullah Yousuf dan Dewan Pengadilan Islam (UIC).
Meski AS berhasil mempertemukan Pengadilan Islam cabang Djibouti dengan Abdullah Yousuf dalam perjanjian tanggal 26 Oktober 2008, perdamaian masih sulit dicapai karena resistensi dari kelompok Al Shabaab.
Al Shabaab mengontrol mayoritas wilayah Somalia. Al Shabaab telah memisahkan diri dari Dewan Pengadilan Islam (cabang Djibouti dan Asmara) setelah Dewan menandatangani perjanjian di bulan September 2007.
Al Shabaab menuduh dua cabang Dewan tersebut telah berkoalisi dengan kaum sekuler dan meninggalkan jihad di jalan Allah. Maka, pupuslah harapan AS untuk memenangkan Somalia baik secara militer maupun politik.
Menyadari kekalahan ini, AS memutuskan untuk mengontrol kawasan ini melalui jalur laut. AS membuat kawasan pantai Somalia dan Teluk Aden sebagai pusat pembajakan kapal laut internasional terutama kapal-kapal Eropa, sehingga akan menyeret Eropa untuk menyelesaikan masalah ini.
Menurut AS, mimpi buruk Eropa (dengan terbajaknya kapal-kapal mereka) akan membantu AS dalam mengontrol Somalia melalui laut dan secara bertahap menguasai daratan Somalia kembali. Dengan demikian, rentetan peristiwa pembajakan kapal adalah ulah AS secara kreatif untuk mencampuri politik regional di Timur Tengah.
AS juga berharap untuk mengontrol Bab el-Mandeb di Teluk Aden dari dua sisi, yaitu Yaman dan Djibouti. Dengan cara itu AS berusah kembali mengontrol Somalia. Dengan menciptakan insiden pembajakan ini, AS akan mendorong keluarnya Eropa dari kawasan perairan Somalia hingga Laut Merah sehingga kawasan tersebut dikuasai sepenuhnya oleh AS.
Perlu diingat bahwa kawasan ini sangat strategis dan penting secara ekonomi karena sepertiga dari minyak mentah dan juga sepuluh persen dari lalu lintas komoditas perdagangan dunia diangkut dengan kapal melintasi jalur laut ini.
Box : Uni Afrika Alat Kepentingan Barat
Ketegangan antara kedua negara ini dimulai saat Kenya mengirim pasukan ke Somalia pada Oktober tahun 2011 dengan alasan untuk mengejar militan yang dituding menculik wisatawan.
Namun demikian, kelompok Al Shabaab justru menilai pasukan Kenya telah membunuh umat muslim yang tak berdosa di Somalia. Sehingga, mereka memaksa Kenya untuk menarik mundur pasukannya di Somalia dengan melakukan serangan di mal Westgate.
Kelompok Al Shabaab menuding Kenya telah mendapat bantuan dari Israel. Pasukan Israel diduga terlibat memerangai kelompok bersenjata di Mall
Barat selama ini menggunakan pasukan penjaga perdamaian Afrika untuk menjalankan berbagai kepentingan Bafrat di kawasan Afrika. Pada konferensi Uni Afrika di Kampala ibukota Uganda yang ditutup 27 Juli 2010, Uni Afrika memutuskan untuk mengirim 2000 pasukan tambahan ke Somalia.
Presiden AS Barack Obama pada hari pertama konferensi menyampaikan pesan dalam konferensi kepada para pemimpin yang berkumpul yang dibacakan oleh jaksa agung AS Eric Holder. Diantara pesan itu adalah : “Presiden AS berkomitmen untuk melanjutkan dukungan kepada Uni Afrika dan kekuatan militernya di Somalia”.
Presiden AS saat itu memuji partisipasi militer Uganda dan Burundi dan menyebutnya sebagai bentuk heroism. Saat itu terdapat 8000 ribu militer Uni Afrika di Somalia, yang terdiri dari 3500 tentara Uganda dan 2500 berasal dari Burundi.
Jhonny Carson asisten menteri luar negeri AS yang menghadiri konferensi itu bahkan mengarahkannya bersama jaksa agung AS, ia menyatakan: “Tidak ada keraguan sedikitpun bahwa terdapat keperluan untuk menambah militer di bumi (Somalia).”
Ia menyatakan: “Somalia adalah sumber terorisme yang menerjang negara-negara seperti Tanzania, Kenya dan yang paling akhir Uganda”.
Oleh: Farid Wadjdi
Pengamat Hubungan Internasional
Komentar
Posting Komentar