Target Perang Amerika
Deputi Menteri Pertahanan Amerika Serikat Paul Woulfowits dalam konferensi keamanan internasional (3/2/2006) mengatakan, negaranya tidak memerlukan mandat dari PBB untuk melakukan aksi militer ke negara lain. Ia juga menyebutkan bahwa AS akan jalan sendiri jika negara-negara lain tidak mau melakukan aksi yang sama. “Kami telah diserang,” tegas bekas Duta besar AS di Indonesia itu.
Pernyataan di atas mempertegas pernyataan penasehat keamanan utama Presiden George W. Bush, Richard Perle dalam konferensi keamanan internasional di Munich, Jerman (2/1). Bahwa Amerika Serikat telah siap untuk bertindak sendirian dalam melindungi dirinya sendiri dari serangan teroris (Republika, Senin 4/2/2006).
Kedua sikap petinggi AS di atas mengamini pernyataan sikap George Bush dalam pidato kenegaraannya di depan Kongres akhir bulan Januari lalu. Dan menurut informasi media massa bahwa Iran, Irak, Korea Utara, Yaman, Somalia dan Indonesia menjadi negara tujuan “wisata” militer AS ini.
Not against Islam
Pernyataan bahwa perang AS melawan teroris is not against Islam kerap keluar dari ucapan pejabat AS terutama Bush sendiri. Dan pernyataan ini terus diulang-ulang dalam banyak pertemuan. Bahkan PM Inggris, Tony Blair ikut urun rembuk mempromosikan upaya “wisata” militer AS ke negara-negara tersebut, bahwa wisata ini not against Islam.
Dengan statemen tersebut umat Islam dapat saja menarik napas dengan rasa lega. Toh perang melawan teroris yang diusung oleh Bush bukan melawan Islam. Namun karena definisi teroris tersebut masih belum disepakati, maka persoalan ini menjadi bijak untuk dicermati. Komisi khusus PBB yang bersidang dua minggu pasca-11 September mencari kata sepakat akan definisi ini pun berakhir dengan dead-lock. Namun perkembangan mutakhir nampaknya mengindikasikan bahwa AS tidak perlu lagi bermufakat dengan negara dunia untuk mendefinisikan apa dan siapa yang ia maksud dengan teroris.
Dan selama sekian bulan perjalanan kampanye perang AS melawan teroris pasca-11 September, ada beberapa poin yang perlu diangkat.
Pertama, saat kunjungan Tony Blair ke sejumlah negara Arab untuk menarik simpati agar kampanye perang atas Afghanistan mendapat dukungan, London dan Washington mengeluarkan daftar organisasi teroris internasional. Daftar tersebut memuat sejumlah organisasi dan 6 di antaranya adalah pergerakan perlawanan Palestina plus pergerakan perlawanan Kashmir.
Padahal semua pergerakan perlawanan Palestina dan Kashmir adalah sebuah perjuangan untuk merebut hak-hak fundamental sebagai manusia untuk hidup bebas tanpa penjajahan, penindasan yang barbarik. Dan hal tersebut dilindungi oleh perundang-undangan internasional.
Kedua, pernyataan petinggi AS bahwa ia akan menggejar para teroris di Iran, Irak, Yaman, Sudan, Somalia dan Indonesia patut dipertanyakan. Karena semua negara-negara tersebut adalah negara kaum Muslim di mana pergerakan Islam atau apa yang disebut dengan al shahwah al Islamiyah –terkecuali Iran—sedang tumbuh dan bersemi secara baik di sana.
Ketiga, pernyataan Wolfowits bahwa di Poso terdapat kelompok teroris yang punya jaringan dengan Al-Qaidah. Padahal perlawanan yang dilakukan oleh penduduk Muslim daerah ini tidak lain hanyalah self-defense yang dibenarkan oleh dunia internasional.
11 September, Awal Perang
Keempat, seorang komentator Amerika, Thomas Freedman menulis di harianNew York Times (27//11/2001) dengan ungkapan: “Kalau tanggal 11 September merupakan awal dari Perang Dunia ke 3, maka hendaknya kita memahami apa yang dimaksud dengan perang ini. Kita hendaknya tidak berperang hanya untuk menghabisi terorisme. Terorisme adalah sebuah instrumen. Kita harus berperang untuk mengalahkan ideologi: Maka ideologi agama tidak dapat diperangi dengan tentara saja namun wajib diperangi hingga ke sekolah dan masjid-masjid. Dan hal ini tidak mungkin dapat diwujudkan kecuali dengan dukungan para pemimpin dunia dan tokoh-tokoh agama.” (Qutb al Arabi, majalah Al Mujtama’ No.1482 29/12/2001)
Nampaknya apa yang ditulis dan diharapkan oleh Freedman di atas banyak mendapat sambutan berbagai pihak. Histeria 11 September benar-benar menyeruak ke seluruh pelosok dunia. Hampir semua negeri mendukung operasi perang AS ini—paling tidak untuk mencari muka.
Sebagai contoh Mesir. Pemerintah negeri Piramid ini mulai akan menerapkan 10 larangan untuk membangun masjid. Dan diantara larangan tersebut adalah Pertama, dilarang membangun masjid lebih rendah daripada pemukiman penduduk. Kedua, luas bangunan masjid tidak boleh kurang dari 175 m2.
Ketiga, seorang donatur harus menyimpan deposito tidak kurang dari 50 ribu Jeneh (11 ribu dollar) di Bank sebagai jaminan keseriusan dan lain-lain. Dan belum lagi dengan upaya untuk mempengaruhi dan mengubah kurikulum di Universitas Al Azhar.
Di Pakistan, organisasi Lashkar-e-Thayeba dan Jaishu-Muhammad diberangus dan ratusan aktivisnya ditangkap oleh pemerintah Jenderal Pervez Musharraf. Di India, lahir perundangan yang dikenal dengan Prevention Ordinance of Terrorism 2001 (POTO) yang dimaksudkan untuk dapat menangkapi para mujahidin Kashmir secara khusus dan Muslim secara umum dengan lebih leluasa. Di Malaysia puluhan aktiVis Islam ditangkap dengan dalih terlibat dalam organisasi Kumpulan Mujahidin Malaysia (KMM) di bawah naungan Akta Keselamatan Dalam Negeri (ISA).
Di Yaman, para pelajar asing diciduk, termasuk puluhan warga Indonesia. Di Singapura, sekitar 13 orang Islam ditahan dengan tuduhan gerakan kladestin untuk membom Yushin MRT, stasiun kereta bawah tanah negeri ini. Dan lebih parah lagi, para pelajar muslimah seperti Nurul Nasihah (7 th) siswi SD White Sands Pasir Ris, Siti Farwizah Mohammad Kassim di SD Chongzheng di Tampines, Siti Amirah Amir dari SD Yuhua, Jurong Timur dan Khairah Faroukh di SD Eunos, semuanya dihadapkan pada dua pilihan: menanggalkan jilbab (tudung) atau diskorsing. Alasannya, tudung dapat memicu kekacauan, perpecahan dan disintegrasi sosial (Republika, Kamis 7/2/2002)
Di Jerman, Inggris dan bahkan di AS sendiri yang menjadi kampiumnya demokrasi memberlakukan perundang-undangan yang semakin menyekik leher kaum muslim. Menangkap para tersangka secara membabi buta, penahanan dengan secret evidence dan diizinkannya peradilan tertuduh di mahkamah militer. Dan banyak lagi contohlain dari upaya dan tindakan represif dan otoriter banyak negara terhadap umat Islam pasca-11 September. Demokrasi, HAM dan keadilan ternyata hanya berlaku untuk nonmuslim.
Yes, It is against Islam
Bila melihat beberapa fakta di atas, apapun ucapan petinggi AS yang mengatakan bahwa perang mereka bukan melawan Islam sulit untuk dibenarkan. Karena semua peristiwa di lapangan berbicara lain. Kalau memang kampanye AS kini bukan untuk melawan Islam, tetapi mengapa banyak intervensi terhadap banyak negara untuk mengubah kurikulum, menutup sekolah Islam dan pondok pesantren seperti yang terjadi di Saudi Arabia dan Mesir?
Padahal muslim dituntut untuk mempelajari kitab Alquran, fiqh dan syariahnya secara murni sebagaimana diajarkan oleh Nabi Muhammad saw, ijtihad para sahabat dan ulama salaf. Dan bukan dari karya, interpretasi dan ajaran Barat dengan pendukungnya. Dengan demikian akan melahirkan generasi yang memahami Islam secara benar dan mengaplikasinya dalam wujud nyata.
Kalau memang perang AS dan sekutunya bukan melawan Islam, mengapa harus menutup berbagai organisasi sosial Islam seperti yang terjadi di AS, sementara membiarkan lembaga serupa milik Nashrani dan Yahudi? Kalau bukan perang terhadap Islam, mengapa AS dan Barat mengabaikan HAM kaum muslim, kebebasan dan kemerdekaan mereka sebagaimana layaknya orang lain seperti di Palestina, Kashmir, Moro dan Chechnya?
Kalau memang AS menyerang negara mana saja tanpa harus menunggu mandat PBB dengan dalih “kami telah diserang”, muslim juga secara jujur berhak untuk membela diri bila terus diserang dan dianiaya. Kalau memang rakyat Timor Timur didukung AS dan Barat untuk merdeka, maka negeri-negeri di atas juga berhak untuk mendapatkan hal serupa.
Tapi ironisnya justru Amerika mengategorikan perlawanan di Palestina dan Kashmir sebagai aksi terorisme yang terkoordinasi secara rapih. Upaya mengubah, merombak kurikulum, melarang sekolahan Islam, madrasah menghafal Alquran, membatasi masjid, menangkapi para aktivis Islam dengan dalih perang terhadap terorisme sulit untuk dibenarkan.
Logika akan mengatakan bahwa perang global terhadap “terorisme” dewasa ini, yes it is against Islam. Dan apa yang mereka inginkan sebenarnya? Allah berfirman dalam Alquran : “Mereka ingin hendak memadamkan cahaya (agama) Allah..” (Ash Shaff : 8). Wallahu alam bishawab.
Oleh : Ahmad Dumyathi Bashori, M.A., Alumnus The Pakistan Futuristics Institute—Islamabad
Komentar
Posting Komentar