Syukurnya Anggota Badan
Suatu hari, seseorang bertanya kepada Abu Hazim, “Bagaimana bentuk syukurnya kedua mata, wahai Abu Hazim?”
Abu Hazim menjawab, “Jika engkau melihat kebaikan, engkau mengumumkannya (memberitahukan kepada yang lainnya). Dan, sebaliknya jika engkau melihat kejelekan, engkau menyembunyikannya.”
Laki-laki tadi bertanya lagi, “Bagaimana syukurnya kedua telinga?” “Jika engkau mendengar kebaikan maka engkau menjaganya. Dan, jika engkau mendengar kejelekan, engkau menolaknya.”
“Bagaimana syukurnya kedua tangan?” “Janganlah engkau mengambil apa-apa yang bukan milik keduanya. Dan, janganlah engkau tahan hak untuk Allah apa yang ada pada keduanya.”
Lelaki itu bertanya lagi, “Bagaimana syukurnya perut?” Abu Hazim menjawab, “Jadikanlah makanan di bawahnya dan ilmu di atasnya.” Dia bertanya lagi, “Bagaimana syukurnya kemaluan?”
Ia menjawab dengan membacakan ayat, “Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” (QS al-Mukminun: 5-7).
Lelaki itu bertanya lagi, “Bagaimana syukurnya kedua kaki?” Abu Hazim pun menjawab, “Jika engkau mengetahui suatu mayat yang engkau iri kepadanya (karena ketika hidupnya melakukan ketaatan kepada Allah) maka pergunakan keduanya sebagaimana dia amalkan.”
“Jika engkau tidak bersyukur dengan seluruh anggota badanmu maka perumpamaannya adalah seperti seseorang yang mempunyai pakaian, lalu dia mengambil ujungnya dan tidak memakainya. Maka pakaian itu tidak memberikan manfaat sedikit pun kepadanya untuk menghindari panas, dingin, salju, dan hujan.”
Sebagian ulama telah menulis surat kepada salah seorang saudaranya, “Sungguh kami telah berada di pagi hari dengan nikmat-nikmat dari Allah yang tidak dapat dihitung bersamaan dengan banyaknya maksiat yang telah kami lakukan. Maka, kami tidak tahu mana di antara keduanya yang kami bisa syukuri. Apakah keindahan (yaitu kebaikan-kebaikan) yang telah dimudahkan bagi kita ataukah kejelekan-kejekan yang telah ditutupi?”
Subhanallah, seorang Muslim tidak boleh sekejap pun untuk melupakan syukur kepada Allah. Mengapa? Tidakkah kita sadari betapa banyak nikmat yang telah Allah berikan kepada kita meski kita sering berbuat maksiat.
Bahkan, Allah senantiasa menutup aib-aib kita walau kita sering memaksiati-Nya. Untuk itu, bersegeralah kembali dan tobat kepada-Nya. Mintalah pada-Nya agar kita dijadikan sebagai orang-orang yang pandai bersyukur.
Oleh: Bahron Ansori
Komentar
Posting Komentar