Sang Penjaga

“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah dan perkuat kesabaranmu, dantetaplah bersiap siagalah…,” [QS. Ali Imron: 200].

Penjaga itu tetap berjaga. Sedang lainnya merasa aman karena kenyamanan. Ia tetap berdiri, meskipun harus sendiri. Ia sadar, keterjagaan bukanlah suatu pilihan, melainkan sebuah keharusan. Sebab ia tak tahu kapan serangan itu datang. Apakah lusa, esok, atau bahkan dinihari ini. Ia pun tak tahu, serangan itu mengenai siapa. Apakah dirinya, atau orang-orang yang dikasihinya. Karenanya, ketidaktahuan melahirkan kewaspadaan untuk senantiasa saling menjaga. Melindungi dirinya dan mereka dari berbagai sebab masuk neraka.

Penjaga itu berjaga. Sementara lainnya terlelap oleh indah dunia. Ia berdiri tegar. Bersiap siaga di perbatasan. Ia sadar, sekali ia terlarut, ia akan terjatuh. Inilah perbatasan dirinya yang selaluia jaga: batas diri. Batas yang menguji sejauh mana kualitas iman ini. Sebabitu, ia berjaga. Menjadi orang pertama yang tergerak tatkala muncul gangguan yang mengancam iman, yang bukan hanya dari luar, tapi juga berasal dari dalam diri.Maka sudah selayaknya ia terus berjaga. Menjaga dirinya dengan perbekalan yang matang. Perbekalan yang membuatnya mampu membentuk suatu pertahanan. Ia teringat nasihat Ibnul Jauzi, selagi baju besi berupa iman tetap menempel pada dirinya, maka anak panah musuh tidak akan sampai merobohkannya. Ia pun bersabar, menguatkan kesabarannya, dan selalu bersiap siaga.

Ialah Sang Penjaga.

Ia menjaga prinsip fikrahIslamnya, meski deraan pemikiran-pemikiran jahiliyah tumbuh merajalela. Ia menjaga keikhlasannya dalam beramal, meski motivasi dunia begitu indah menggoda. Ia menjaga amalnya tetap berkelanjutan, meski hawa malas selalu menggelayutinya. Ia menjaga semangat jihadnya terus membara, meski riak-riak nafsu sering kali melenakannya. Ia menjaga pengorbanannya tetap mulia, meski itu harus ia tempuh dengan lelahdan darah.

Ialah Sang Penjaga.

Ia menjaga ketaatannya ketikaseruan dakwah menghampirinya, meski terkadang bertentangan dengan nafsunya. Ia menjaga keteguhannya dalam berpijak di jalan kebenaran, meski rayuan dunia tak henti berusaha membelokkan langkahnya. Ia menjaga totalitasnya dalam berjuang, meski banyaknyatuntutan peran yang harus ia jalankan. Ia menjaga ikatan persaudarannya dengan sesamanya, meski dinamika ukhuwah selalu hadir menyapa. Ia menjaga integritasnya dalam mengarungi jalan panjang nan suci ini, meski hal tersebut terasa langka dewasa ini.

Ialah Sang Penjaga.

Ia menjaga kejernihan aqidahnya dari berbagai macam kemusyrikan, karenanya ia menolak takhayul, kurafat, jimat, ataupun mitos-mitos yang mampu melemahkan imannya. Ia menjaga ibadahnya untuk terus dalam keadaan terbaik, karenanya ia rajin mengevaluasi target ibadah hariannya setiap sehari. Ia menjaga keluhuran akhlaknya dari perilaku tercela,karenanya ia membiasakan diri untuk berpikir, berkata, bertindak yang mulia, dan menjauhkan diri dari segala hal yang merusak kesuciannya. Ia menjaga kesuciandan kekuatan fisiknya, karenanya ia berolah raga dan menghindari diri dari makanandan tindakan yang haram. Ia menjaga keluasan pengetahuannya, karenanya ia rajin membaca, gemar berdiskusi, dan senang bersilaturahim.

Ialah Sang Penjaga.

Ia menjaga dirinya dari nafsu amarah dan lawamah, karenanya ia mendidik dirinya untuk tidak selalu menurutisegala keinginan nafsunya. Ia menjaga keprofesionalitasannya dalam setiapurusan, karenanya ia perhatikan betul integritas dan manajemen dirinya. Ia menjagawaktu yang ia miliki dengan baik, karenanya ia atur sedemikian rupa prioritasdan menghindari kosongnya waktu dengan kebaikan. Ia menjaga hartanya, karenanyaia gemar bersedekah dan hindari pemborosan, serta menjauhi mental meminta-minta. Ia menjaga agar dirinya terus memberi.

Ialah Sang Penjaga, yang terus berjaga, yang tak pernah merasa aman atas dirinya, yang terus waspada, hingga Surga pasti dimasukinya.

Lalu, adakah di antara kita Sang Penjaga itu?

Oleh: Deddy Sussantho, UIN Jakarta, deddysussantho.wordpress.com

Komentar

Postingan Populer