Ulama Salaf Sangat Takut Untuk Berfatwa, Sedang Kita…?

Mereka sangat takut dan berhati hati di dalam berfatwa, kadang mereka tidak menjawab pertanyaan. Mereka sangat menghormati orang yang berkata, “ Aku tidak tahu” terhadap apa yang ia tidak selalu memberanikan diri dalam berfatwa tanpa mempertimbangkan kesalahannya. Ini karena ulama salaf sangat menghormati dan mengagungkan masalah fatwa. Mereka sadar banyak orang yang akan mengikuti mereka.

Orang yang pertama kali takut berfatwa adalah para sahabat. Kebanyakan dari mereka tidak mau menjawab suatu pertanyaan sebelum meminta pendapat sahabat yang lain, padahal mereka adalah orang orang yang diberi oleh Allah SWT kecerdasan, kesucian, pertolongan dan kebenaran. Bagaimana begitu? Karena Rasulullah SAW sendiri terkadang ditanya tapi tidak mau menjawab sebelum beliau bertanya kepada Jibril. Demikian juga Al Khulafaur Rasyidin, padahal mereka adalah orang orang yang diberi ilmu yang luas oleh Allah SWT. Jika mereka mendapatkan kesulitan dalam suatu pertanyaan, mereka mengumpulkan para sahabat, orang orang yang berilmu dan mereka bermusyawarah dan meminta pendapat mereka. Dari sinilah timbul fatwa Jumhurul Ulama (Ijtima’) pada generasi pertama.


Utbah bin Muslim berkata,”Tigapuluh empat bulan lamanya aku bersahabat dengan Abdullah ibnu Umar, kebanyakan pertanyaan yang diajukan kepadanya ia selalu menjawab,”Aku tidak tahu”.

Atho bin Saib meberikan kesaksian,” Aku dapati beberapa kaum, jika salah seorang dari mereka ditanya tentang suatu permasalahan agama, maka ia jawab dengan gemetar (karena takut keliru) — Al Ahkam , hal 270.

Umar bin Khatab ra pernah berucap,”Orang yang paling berani berfatwa adalah orang yang paling berani masuk neraka.” —- Al Talkhiis jilid 4 hal 187

Jika kita membicarakan tentang para ulama tabiin, kita jumpai yang paling alim di antara mereka adalah Said bin Al Musayyib Ra, namun jarang sekali beliau menyampaikan fatwa kecuali disertai doa,”Ya Allah selamatkan aku dan selamatkanlah ucapan dariku.”

Qosim bin Muhammad, salah seorang dari tujuh ahli fikih di Madinah pernah ditanya tentang suatu masalah. Ia menjawab,” Aku kurang paham,” maka orang itu bertanya kembali,” sesungguhnya aku datang kepadamu karena aku tidak tahu orang alim selain dirimu,” Maka Qosim berkata kepadanya,” Janganlah kamu melihat panjangnya jenggotku dan banyaknya orang yang ada di sekitarku. Demi Allah, aku kurang tahu permasalahan itu.” Berkomentarlah seorang tua dari Quraisy yang duduk di sampingnya,”Wahai putra saudaraku, jawablah pertanyaan itu, demi Allah di majelis ini tidak ada orang yang lebih pandai darimu.” Jawab Al Qosim,” Demi Allah, lebih senang aku dipotong lidahku daripada aku harus mengatakan sesuatu yang tidak aku tahu.”

-Dr Yusuf Qardhawy , tulisan tahun 1986 M-

NB. Red : bagaimana dengan kita? Dengan sangat mudah memberikan fatwa apapun pertanyaannya…Nastaghfirullah…

Komentar

Postingan Populer